Contoh Cerpen Singkat Terbaik: Persahabatan, Romantis, Sedih

Contoh Cerpen – Pada saat duduk di bangku sekolah, kita semua pasti pernah diberikan tugas untuk membuat cerpen. Lalu apa sebenarnya pengertian dari cerpen? Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa. Sama seperti dengan karya sastra yang lain, namun cerpen lebih pendek serta singkat. Berikut ini merupakan beberapa ulasan terkait cerpen dari para ahli:

  • Menurut Sumardjo dan Saini, cerpen adalah sebuah cerita yang tak benar – benar terjadi pada dunia nyata, ceritanya singkat, serta juga pendek.
  • Berdasarkan KBBI, cerpen merupakan sebuah tulisan tentang kisah pendek yang isinya tak lebih dari 10 ribu kata, dan berisi tentang seorang tokoh.
  • Nugroho Notosusanto dalam Tarigan menyatakan bahwa cerita pendek atau biasa disebut dengan cerita panjang yang tidak lebih dari 5 ribu atau melebihi 17 halaman dengan memakai spasi rangkap serta memusat pada satu orang.
  • Menurut Hendy, cerpen adalah suatu tulisan yang tak terlalu panjang yg berisi kisah tunggal.
  • Menurut Aoh. K.H, cerpen atau cerita pendek yaitu sebuah bentuk kisah prosa yg pendek.
  • Menurut J.S Badudu, cerpen yaitu sebuah karangan cerita yang berfokus hanya pada satu kejadian saja.
  • Menurut H. B. Jarsin, cerita pendek atau cerpen adalah suatu bentuk dari sebuah karangan yg cukup lengkap serta terdiri dari 3 bagian yaitu perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian.

Bacaan Lainnya

Struktur Cerpen

Berikut ini adalah beberapa bagian struktur dari cerpen, antara lain sebagai berikut ini:

  1. Abstrak biasanya terdapat pada bagian awal yang berisi rangkuman singkat tentang penggambaran awal dari cerita yang akan terjadi dalam cerpen tersebut.
  2. Orientasi biasanya berhubungan dengan rentang waktu kejadian, suasana yang berlangsung dan tempat yang dipakai.
  3. Komplikasi yaitu berkaitan dengan hubungan sebab serta akibat dari suatu kejadian yang terjadi.
  4. Evolusi biasanya berhubungan dengan pengarahan permasalahan yang akan menjadi semakin memanas.
  5. Resolusi biasanya berhubungan dengan penggambaran permasalahan yang sedang terjadi.
  6. Koda biasanya berhubungan dengan suatu hikmah atau nilai yang dapat di petik oleh para pembaca.

Ciri – Ciri Cerpen

Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri dari suatu cerpen antara lain yaitu:

  • Jalan cerita yang ada dalam cerpen biasanya lebih singkat dibandingkan novel.
  • Jumlah kata yg dimiliki sebuah cerpen tak melebihi 10 ribu kata dalam satu kali cerita.
  • Ide pokok atau inspirasi yang terkandung dalam cerpen ini terkadang bersumber dari pengalaman serta kehidupan sehari – hari.
  • Cerpen biasanya hanya menceritakan seorang tokoh saja, tak semua tokoh akan diceritakan.
  • Di dalam cerpen selalu seorang tokoh yang diceritakan sedang mengalami suatu masalah, sehingga diapun akan melakukan penyelesaiannya.
  • Kata yang dipakai dalam cerpen tersebut biasanya lebih sederhana serta mudah dimengerti oleh pembaca.
  • Cerpen cenderung menyampaikan sebuah kesan yang sangat dalam, sehingga pembaca pun dapat turut merasakannya.
  • Biasanya hanya tertulis satu buah kejadian saja yang dijelaskan.
  • Alur ceritanya hanya tunggal serta tak berubah–ubah.
  • Penggambaran para tokoh yang ada pada cerita tersebut cenderung sederhana dan tidak terlalu detail. 

Unsur-Unsur Intrinsik Dari Cerpen

  1. Memiliki tema, suatu cerpen memiliki inti/hal pokok yang akan diceritakan dalam sebuah cerita.
  2. Alur atau plot ini harus jelas karena merupakan jalan dari sebuah cerita. Alur ini terdiri dari 3 jenisnya, yakni alur maju, alur mundur serta alur campuran.
  3. Setting, yang dimaksud disini adalah bagian penjelasan mengenai waktu, tempat dan juga suasana yang terjadi.
  4. Tokoh, yaitu sosok yang diceritakan dalam sebuah karangan. Tokoh ada beberapa jenis, yaitu tokoh baik, tokoh jahat serta tokoh netral.
  5. Penokohan yang dimaksud disini adalah suatu bentuk penggambaran tokoh beserta dengan sifat–sifat yang dimiliki. Dalam penokohan ini terdapat dua cara dalam menentukan penokohan, yaitu melalui metode analitik serta metode dramatik. Metode analitik merupakan suatu metode penokohan yang dijelaskan secara langsung. Misalnya dia adalah anak yang pemberani, rajin serta pandai. Metode dramatik yaitu suatu metode penokohan yang dijelaskan secara tak langsung. Pemaparannya dapat dilakukan lewat penggambaran kebiasaan atau cara berpakaian.
  6. Sudut pandang, adalah suatu perspektif yang dipakai oleh si pembuat cerita pendek. Sudut pandang ini ada 4 jenisnya, diantaranya sebagai berikut ini:
    • Sudut pandang orang pertama (biasanya memakai istilah “Aku”). Misalnya, hari minggu aku pergi ke supermarket, membeli beberapa bahan masakan untuk ibu di rumah dalam rangka menyambut hari ulang tahun sahabat spesialku yaitu Ani.
    • Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan (maksudnya adalah tokoh yang bernama aku bukanlah pemeran utama, namun sebagai seorang yang ada tetapi tak begitu di fokuskan). Contohnya Lusa aku serta teman–teman berangkat study tour ke beberapa kota yang terdapat di Indonesia. Kami semua sangat senang dapat meluangkan waktu bersama. Tetapi aku dan satu temanku mengalami kecapean sehingga kami jatuh sakit. Temanku yang bernama Ratih ternyata mengalami anemia sehingga ia mengalami pusing serta mual lebih parah dari aku.
    • Sudut pandang orang ketiga serbatahu (pengarang cerita biasanya menceritakan tokoh bernama dia dengan sangat detail sekali). Misalnya, dia merupakan salah seorang anak orang kaya yang terdapat di indonesia, orang tuanya terkenal di seluruh jagat raya ini. Banyak sekali yang pengen jadi teman dekatnya di sekolah. Tetapi ia terlalu sombong dan suka memilih–milih teman.
    • Sudut pandang orang ketiga pengamat (maksudnya disini adalah pengarang cerita hanya menjelaskan apa yang dilakukan, apa yang dialami, apa yang dipikirkan oleh tokoh dia serta terbatas hanya fokus pada satu orang saja). Misalnya, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, ia beberapa akhir ini memang terlihat murung dan selalu bersedih. Memang kemarin terdengar berita bahwa kucing kesayangannya mati. Kucing yang ia pelihara sejak usia masih di bangku sekolah dasar.
  7. Amanat biasanya merupakan pesan atau nilai atau juga hikmah yang dapat diambil serta di petik oleh para pembaca setelah membaca karangan cerita tersebut.

Unsur Ekstrinsik Dari Suatu Cerpen

Jika ada unsur instrinsik, tentu saja ada unsur ekstrinsik, yaitu sebagai berikut ini:

  • Latar belakang masyarakat, biasanya kondisi latar belakang pada masyarakat ini akan mempengaruhi isi serta jalannya cerita.
  • Latar belakang dari pengarang, yaitu kebayakan dari seorang pengarang biasanya akan membawakan cerita berdasarkan pengalaman pribadinya.
  • Biografi, merupakan suatu biodata secara lengkap yang secara jelas akan menjelaskan secara menyeluruh.
  • Kondisi psikologis, biasanya merupakan suatu kondisi suka duka, sedih serta senang dalam sebuah cerita yang dipengaruhi oleh mood dari penulis.
  • Aliran sastra, aliran sastra ini biasanya akan mempengaruhi gaya bahasa yang terdapat dalam cerita tersebut.

BACA JUGA: Contoh Puisi Pendek Baru tentang Pendidikan, Kehidupan, Ibu, Guru

Berikut ini adalah beberapa contoh cerpen yaitu sebagai berikut:

Contoh Cerpen Singkat Terbaik

Cerita Pendek Singkat

Contoh Cerpen Persahabatan

Selain kisah romantis, ternyata ada juga cerpen remaja yang tak kalah terkenal yaitu cerpen dengan tema persahabatan. Sehingga pembaca bakal selalu disuguhkan dengan kisah manis dan indah persahabatan para remaja. Berikut ini adalah contoh cerpen persahabatan remaja yang bisa dijadikan referensi untuk para membaca, lumayan buat ngisi waktu luangnya ya:

HARI HUJAN PAK PLUMBO

Pak Plumbon tak suka hari hujan. la selalu berkata, “Hujan itu basah, mendung kelabu, becek dan membosankan!”

Pada suatu hari hujan, ia duduk di kursi malasnya sambil makan roti dan minum susu. Kakinya dikelilingi lima ekor kucing. Di hari kelabu begitu, satu-satunya yang bikin ia senang hanyalah saat makan.

Pak Plumbon pergi ke dapur untuk membuat satu panci besar sup untuk makan siangnya. “Tidak ada yang lebih enak daripada sup panas di hari hujan,” katanya pada kucing-kucingnya yang kelihatannya setuju.

Pak Plumbon membuka kulkasnya, namun ia tidak menemukan bahan untuk membuat sup. “Tidak ada wortel! Tidak ada kentang! Tidak ada makanan!” serunya. “Harus ada yang pergi ke minimarket Bu Popon.”

Kucing-kucingnya diam saja karena mereka tidak bisa pergi. Mereka menghilang di bawah kursi. Pak Plumbon terpaksa memakai mantelnya dan pergi keluar rumah.

Karena tak pernah keluar rumah di saat hujan, Pak Plumbon tak ingin sia-sia. la melihat ke sekelilingnya pada saat hujan terus turun membasahi kota. la melihat ada sungai kecil yang permukaannya penuh dengan perahu kertas. Tanaman yang tumbuh di taman-taman kota tampak bersih, segar dan hijau.

“Suasana mendung kelabu, basah, dan becek, menjengkelkan!” keluhnya lagi entah untuk keberapa kali. Namun, ketika tiba di toko, Pak Plumbon tersenyum. “Waaah, sayurannya segar-segar semua!” serunya. “Ada kacang polong gemuk, wortel berwarna cerah, tomat merah, apel segar dan jamur-jamur yang tebal! Aku belum pernah melihat pemandangan sesegar dan serapi ini! Warna-warna sayuran dan buah-buahan berpadu indah!”

Bu Popon sang pemilik toko mendengar pujian Pak Plumbon. la mendekat sambil tersenyum senang, “Selama musim hujan, penjual dari pasar tradisional menitipkan jualan sayuran mereka di toko ini. Beberapa penjual keliling juga menitipkan gerobak jualan mereka di teras depan. Itu sebabnya kami punya banyak persediaan sayuran dan buah yang bagus-bagus!”

“Ooo… begitu, ya! Aku baru tahu!” kata Pak Plumbon senang. Maka, Pak Plumbon mulai mengisi keranjang belanjanya dengan sayuran segar. Wortel-wortel gemuk, daun seledri lebar berbatang tebal, kentang-kentang besar, juga tomat-tomat merah. Pak Plumbon tak lupa membeli pisang, tape, gula merah, dan sekotak santan. Wah, Pak Plumbon ingin bikin kolak juga untuk sore hari. “Hari ini, makananku cukup mewah,” gumamnya girang di dalam hati.

Pak Plumbon memasukkan belanjaannya ke dalam ransel yang sengaja dibawanya. la tak ingin membawa kantong plastik dari minimarket ke rumahnya. la tak suka menambah sampah plastik.

Ketika membayar di meja kasir Bu Popon, pemilik minimarket itu menambahkan sebungkus wedang jahe di tas ransel Pak Plumbon. “Ini bonus untuk pengunjung toko yang mau keluar menikmati hari hujan!” kata Bu Popon. Wah, senangnya Pak Plumbon. “Terima kasih, Bu Popon. Aku akan sering keluar rumah di saat hujan, kalau selalu ada bonusnya!” canda Pak Plumbon.

Kini Pak Plumbon memakai jas hujannya sehingga ranselnya aman di dalam jas hujan. la lalu berjalan pulang sambil memegang payung. Ya, hujan belum juga berhenti. Pak Plumbon betul-betul menikmati keindahan di hari hujan itu. la menendang genangan-genangan air yang ditemukannya di jalan. PYAR! PYAR! Ups… tentu saja ia harus hati-hati. Jangan sampai ada pejalan kaki yang kena cipratan air genangan. Setelah beberapa saat berjalan, ia sampai di tepi sungai kecil yang mengalir di dekat rumahnya.

Pak Plumbon berteduh sejenak di halte bis. la mengeluarkan catatan belanjanya. Pak Plumbon kemudian melipat kertas itu membentuk perahu kertas. la lalu berjalan ke tepi sungai dan melepaskan perahu kertasnya di sungai itu.

Kucingnya heran ketika melihat tuannya kembali dengan jas hujan basah tetapi sangat ceria. “Tak ada yang lebih enak daripada minum wedang jahe hangat di saat hujan!” ujar Pak Plumbon sambil mengeluarkan belanjaannya dari ranselnya.

Setelah mengaduk wedang jahe, Pak Plumbon melihat kucing-kucingnya dengan ceria sambil bercerita, “Aku sama sekali tidak tahu kalau hari hujan dan basah itu sangat indah.” Kucing-kucingnya hanya mengeong.

Setelah perutnya hangat, Pak Plumbon lalu memasak sup untuk makan siangnya. Dan sorenya, ia membuat kolak. Jendela dapurnya ia biarkan sedikit terbuka. Pak Plumbon memasak ditemani bunyi rintik hujan yang terdengar dari jendela dapurnya.

 

PAK JUNO YANG BAIK HATI

Suatu pagi, ada seorang bapak sedang membetulkan jalan di depan rumah Didot. Didot melihat bapak itu menuang aspal dan kerikil di semua lubang. Lalu, dung dung dung…’ la memadatkannya dengan alat khusus.

“Banyak sekali lubang di jalan ini!” keluhnya. “Masih siang begini saja punggungku sudah sakit. Bagaimana nanti malam, ya?”

Bapak itu berkata dengan suara keras. la tidak bicara pada Didot. Namun suaranya sangat keras sehingga Didot mendengarnya. Saat itu, Didot memang berdiri di depan pintu pagar rumahnya.

“Kalau ada yang bertanya, harus ada yang menjawab, kan?” pikir Didot. Maka, Didot pun mendekati bapak itu dan menjawab,

“Punggung Bapak pasti akan sakit kalau mengisi semua lubang. Tapi aku punya sekop baru. Aku bantu ya, Pak!”

Bapak itu terkejut dan membalik tubuhnya, melihat ke belakang. la tersenyum melihat Didot berdiri sambil tersenyum ramah.

“Namamu siapa, Nak?” tanya bapak itu.

“Aku Didot, Pak! Nama bapak siapa?” Didot balik bertanya.

“Kamu panggil saja Pak Juno!”

“Pak Juno, aku bantu menutup lubang jalan, ya!” kata Didot. Matanya penuh harap dizinkan.

“Mmm… boleh juga!” kata Pak Juno. “Kalau begitu, ambillah sekop milikmu. Nanti Bapak lihat, kau bisa bekerja di sebelah mana!”

Didot sangat girang karena tawaran bantuannya diterima.

“Siap, Pak! Siap!” kata Didot sambil berlari masuk ke rumahnya.

Desi, kakak Didot, heran melihat adiknya sibuk membuka peti plastik yang berisi mainannya. Desi melihat Didot mengeluarkan mainan ember dan sekop plastik. Juga sepasang sarung tangan yang sebetulnya biasa dipakai Ibu untuk memotong tanaman. Benda-benda itu biasanya dibawa Didot kalau keluarganya piknik ke pantai.

Didot lalu berlari membawa barang-barang itu melewati Desi yang berdiri di pintu kamarnya.

“Aku keria dulu, Kaaaak…..” seru Didot sambil terus berlari keluar rumah.

Desi segera mengikutinya. Itu memang tugasnya sebagai kakak, untuk selalu mengawasi Didot yang masih kecil. Desi memerhatikan tingkah lucu adiknya dari depan pagar rumah. Hati Desi lega juga saat melihat Pak Juno yang bekerja memperbaiki jalan.

“Pak Juno memang baik hati. Sejak aku kecil, ia sudah bekerja sebagai petugas yang memperbaiki jalan,” gumam Desi.

Sekarang Didot sudah memakai sarung tangannya. Pak Juno memasukkan sedikit kerikil ke ember Didot. la lalu menyuruh Didot mengisi lubang-lubang kecil dengan kerikil. Terutama lubang-lubang di jalan di depan rumah Didot sendiri.

Pekerjaan itu berjalan begitu cepat. Pak Juno dan Didot sibuk bekerja, Pak Juno sesekali mengawasi Didot. Desi juga mengawasi adiknya itu dari tepi jalan. la kagum juga Didot yang telaten dan bekerja sungguh-sungguh.

Waktu berlalu begitu cepat. Didot sudah kelelahan. Tak lama kemudian, terdengar bunyi alarm dari smartphone Pak Juno di sakunya. Didot terkejut.

“Ini waktunya makan siang, Didot! Kamu juga harus makan siang, ya. Bapak mau ambil bekal dulu di mobil lori,” kata Pak Juno.

“Pak, aku juga mau makan di sini. Boleh, kan?” tanya Didot.

“Boleh, boleh! Minta izin pada ibumu dulu ya. Kalau diizinkan, kita makan di dekat rumahmu saja. Bapak nanti tunggu di sini,” kata Pak Juno lagi.

“Tunggu di sini, ya, Pak!” seru Didot sambil berlari masuk lagi ke rumahnya. “Kaaaak… aku mau makan siang di luar!” seru Didot saat melewati Desi di pintu pagar.

Desi menahan tawa, mengikuti adiknya ke dalam rumah. Didot bercerita pada Ibu tentang Pak Juno. Ibu mengizinkan Didot makan di luar rumah, asal Desi menjaga Didot. Ibu memasukkan makanan ke kotak makanan Didot. Desi membantu mengisi botol air minum adiknya itu. Ibu tak lupa memberikan dua mangkuk puding pada Didot.

“Yang satu untuk Pak Juno,” kata lbu.

Tak lama kemudian, Didot dan Pak Juno sudah duduk di bangku kayu di samping pagar rumah Didot. Bangku kayu itu dipinjamkan Ibu dari halaman rumah. Sambil makan siang, Didot bercakap- cakap dengan Pak Juno soal jalan yang berlubang. Didot bertanya tentang bahan pembuatan aspal, dan cara membawa mobil lori. Setelah makan siang, mereka menikmati puding buatan ibu Didot.

Setelah itu, mereka mengisi lubang lagi dengan kerikil dan aspal. Ketika semua lubang di jalan sudah terisi, Pak Juno membersihkan alat-alat kerjanya. Pak Juno juga membantu Didot membersihkan ember Didot.

Pak Juno bersiap pulang. Ia meletakkan ember, sekop, dan alat stomper di lorinya. Ia lalu melompat masuk dan menjalankan mobil lorinya.

“Terima kasih sudah membantuku bekerja, Didot. Terima kasih juga pudingnya. Sampai bertemu kembali kalau jalan ini berlubang lagi,” kata Pak Juno sambil melambai.

Lori Pak Juno berjalan pergi.

“Sampai ketemu lagi, Pak Junooo…” seru Didot sambil melambai.

Didot lalu mengambil ember, sekop, dan tempat makan siangnya yang sudah kosong. la berjalan masuk ke halaman rumahnya, disambut Desi.

“Pak Juno memang baik, ya, Dot!” kata Desi.

“ya, Kak… Aku senang karena bisa bantu Pak Juno. Semoga malam ini punggung Pak Juno tidak terlalu sakit. Soalnya, aku bantu menutup banyak lubang,” kata Didot bangga.

Desi jadi terharu melihat kebaikan hati adiknya. Desi jadi malu. Kadang ia malas membantu Ibu untuk beres-beres kamarnya sendiri. Padahal, Ibu pasti lelah seharian bekerja di rumah. Desi bertekad di dalam hati, untuk rajin membantu orang lain seperti Didot adiknya.

 

HUJAN DI SORE HARI

Suatu sore, hujan turun deras sehingga halaman rumah sangat basah. Tita mulai merasa bosan dan berharap bisa bermain sesuatu. Untunglah Ibu mengerti kalau Tita sedang bosan.

“Ayo, bantu Ibu bikin wedang ronde! Kan, enak diminum saat udara dingin begini,” ajak Ibunya.

“Ayo, Bu!” seru Tita girang.

Tak ada yang lebih menyenang-kan dibanding dapur yang nyaman dan hangat. Tita suka sekali mencium aroma gula merah dan jahe. Kebetulan, kedua bahan itu pasti ada dalam pembuatan wedang ronde.

Ibu menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat wedang ronde. Serai, jahe, gula merah, tepung ketan, kacang tanah, roti tawar, kolang kaling, dan agar-agar. Semua bahan diletakkan di meja makan. Tita terbelalak melihat semua bahan yang lengkap itu.

“Wah, Ibu memang sudah niat bikin wedang ronde, ya? Semua bahan sudah ada di rumah. Tita tidak perlu ke warung ya..” tanya Tita.

Ibu tersenyum. “Minggu ini, kan, hampir setiap hari turn hujan. Ibu sudah rencana mau bikin wedang ronde sejak minggu lalu. Tapi lbu kerepotan kalau harus bikin sendiri.”

Tita tersenyum lebar. “Tenang, Bu! Sekarang, Ibu tidak bakal kerepotan. Kan ada Tita. Bagi tugas saja sama Tita..

Ibu mengangkat kedua jempolnya.

“bu memang beruntung punya anak seperti Tita!”

Tita tersipu dipuji ibunya.

Namun, ia buru-buru memasang telinga saat ibunya menjelaskan apa tugas-tugasnya.

“Tita tolong takar ya, semua bahan wedang ini sesuai catatan Ibu. Sementara, Ibu mau menguleni tepung ketan,” kata Ibu sambil meminjamkan buku kecilnya yang berisi berbagai macam resep camilan sore. Buku kecil itu sebetulnya milik Nenek yang diberikan pada Ibu. Itu sebabnya, buku itu berisi tulisan Nenek.

Tita melihat ibunya menimbang 100 gram tepung ketan. Lalu dicampur dengan segelas air panas. Ibu kemudian menguleni adonan itu. Tita juga segera mengerjakan tugasnya. Sambil membaca catatan resep, Tita menyiapkan dua batang serai. la juga menyiapkan 8 potong jahe, mengupas dan memotongnya kecil-kecil.

Tita lalu mengambil 10 lembar roti tawar dan memotongnya kotak-kotak. 50 gram kolang kaling juga ia bersihkan dan potong-potong. Di atas meja, sudah tersedia kacang tanah yang sudah disangrai. Sesuai resep, Tita segera mengulek kacang hati-hati, menghaluskannya. Lalu mencampurnya dengan gula pasir.

Pada saat Tita selesai mengulek kacang, adonan Ibu juga sudah jadi. Ibu membentuknya menjadi bulatan-bulatan kecil seperti bakso. Itulah yang disebut dengan ronde. Ibu kemudian merebus air.

“Ayo, bantu Ibu isi ronde dengan kacang campur gula buatanmu!” kata Ibu.

Tita memerhatikan saat Ibu memberi contoh. Jari Ibu tampak mencolok bulatan ronde sehingga membentuk ceruk. Lalu mengisi bagian ceruk dengan kacang gula. Jari Ibu dengan cekatan lalu menutup adonan ronde sehingga kacang gula halus kini berada di dalamnya.

Mula-mula, jari Tita sangat kaku saat mengisi kacang gula ke dalam bulatan ronde. Namun lama-lama ia bisa melakukannya dengan baik. Kacang gula bisa masuk rapi dan tidak tumpah-tumpah ke meja.

Setelah semua bulatan ronde selesai diisi, Ibu merebusnya di air yang tadi Ibu didihkan.

“Ibu mau siapkan kuah wedangnya. Tita bisa kan, bantu mengangkat ronde yang sudah matang. Letakkan di wadah yang sudah Ibu siapkan,” kata Ibu.

“Bagaimana Tita tahu, kalau ronde sudah matang, Bu?” tanya Tita.

“Kalau sudah mengambang di permukaan air, itu tandanya sudah matang.”

“Oo, Tita baru tahu.”

Sementara itu, Ibu merebus air di tungku lain. Ibu memasukkan larutan gula, jahe dan serai yang sudah digeprek ke dalam rebusan air. Ibu lalu menutup pancinya.

“Nah, sekarang tinggal menunggu tercium aroma segar dari jahe yang sudah menyatu,” kata Ibu. Tiba-tiba, mata Ibu mendelik, ia berlari ke lemari pendingin.”Astaga, bu hampir lupa. Agar-agarnya belum dipotong-potong!”

Ibu mengeluarkan wadah berisi agar-agar yang sudah mengeras. Pasti Ibu bikin tadi pagi-pagi sekali, pikir Tita. Ibu lalu memotong agar-agar itu berbentuk kotak-kotak kecil seperti potongan roti Tita tadi.

“Tita tolong letakkan lima mangkok kecil, ya, di meja tamu!” kata Ibu lagi.

“Siap Bu!” seru Tita bersemangat. la mengeluarkan lima mangkok dari lemari piring. Lalu mengaturnya rapi di meja tamu. Sambil meletakkan, Tita berpikir, apakah Ibu akan kedatangan tamu?

Baru saja Tita akan bertanya, tiba-tiba terdengar bel pintu berbunyi. Tita bergegas membukanya.

“Neneeek, Tante Nia!” seru Tita girang sambil memeluk mereka.

“Wedang ronde buatan Tita sudah jadi ya?” tanya Nenek.

Wah, Tita heran, karena Ibu sempat-sempatnya menelepon Nenek memberitahu kegiatan mereka berdua hari itu.

“Ibu, dik Nia, ayooo cicipi wedang ronde Tita,” seru Ibu yang muncul dari dapur. Ibu membawa nampan berisi wadah besar berisi kuah wedang. Juga wadah-wadah kecil berisi kolang kaling, potongan agar-agar, dan roti tawar. Tita berlari ke dapur mengambil satu wadah lagi berisi ronde rebus.

Kini, bahan-bahan wedang ronde sudah lengkap di meja tamu. Tita, Ibu, Nenek dan Tante Nia menikmatinya. Mereka mengisi mangkok kecil masing-masing dengan ronde, kolang kaling, potongan agar-agar dan roti. Lalu menyiraminya dengan kuah wedang.

“Hangat dan enaaak..” seru Tita, kagum sendiri dengan hasil pekerjaannya bersama Ibu.

Tak lama, Ayah pulang dari kantor dan ikut menikmati wedang ronde Tita. Tita tak menduga, hujan di sore hari tadi, betul-betul bermanfaat baginya.

 

GAUN PANJANG DINDA

Tio punya adik yang masih duduk di bangku TK. Namanya Dinda. Sore ini, Dinda sudah berdandan rapi. la memakai baju pesta, bersepatu dan pita yang senada dengan bajunya. Rena, teman sekelas Dinda, berulang tahun hari itu. Rumah Rena tak jauh dari rumah mereka.

“Tio, tolong antar Dinda ke rumah Rena, ya. Ibu sedang masak kolak, tanggung ditinggalkan,” pinta Ibu.

Tio segera menutup buku cerita yang sedang dibacanya.

“Beres, Bu!” kata To sambil melangkah masuk ke kamarnya.

Setelah berganti dengan pakaian yang cukup rapi, Tio mengajak adiknya pergi. Walau usia mereka beda 5 tahun, kedua kakak adik itu kompak dan saling sayang.

Setiba di pesta lang tahun, Dinda tampak terdiam di pintu masuk. la nyaris tak mau mask kalau bukan To yang mendorong pelan punggungnya dari belakang.

“Ayo, masuk, Din. Kakak temani. Berikan hadiahnya pada Rena, dan bilang ‘Selamat umur panjang, Rena’” bisik Tio.

Karena Tio terus berada di dekatnya, Dinda melangkah pelan ke ruang pesta. Ia memberikan kadonya pada Rena yang berdiri di tengah ruangan, di dekat kue tart. Rena tampak cantik dengan baju pesta panjang di atas mata kaki, berwarna pink. la tampak seperti putri.

“Selamat umur panjang, Rena…” ujar Dinda dengan suara pelan saat memberikan hadiah.

Rena menerima hadiah itu dengan senyum lebar.

“Terima kasih, Dinda.”

Dinda hanya mengangguk kecil, lalu menarik tangan Tio. Bukan menariknya ke kursi, tetapi malah keluar rumah, Tio heran, tetapi mengikuti adiknya keluar.

“Lo, Dinda… pestanya kan di dalam. Bukan di halaman rumah. Kenapa kamu keluar?”

“Dinda mau pulang aja, Kak…” ujar Dinda, langsung melangkah pergi sendirian.

Tio terpaksa mengikutinya dari belakang sambil geleng kepala. la tahu, kalau Dinda dipaksa, bisa-bisa

ia menangis di tempat itu. Tio jadi penasaran, apa yang membuat Dinda tidak mau lama-lama di tempat Rena. Padahal, Dinda biasanya suka kalau diundang ke pesta ulang tahun.

Di sepanjang jalan pulang, Tio menanyakan penyebab Dinda cepat-cepat mau pulang. Namun Tio tidak berhasil mendapat penjelasan. la jadi agak kesal juga pada Dinda. Waktu santainya membaca komik jadi terganggu karena harus mengantar Dinda ke pesta. Namun, setiba di sana, Dinda malah cepat-cepat mau pulang.

Bukan hanya Tio. Ibu juga heran saat melihat mereka sudah kembali. Dengan sabar, Ibu bertanya pada Dinda. Tio kagum pada Ibu yang sabar. Sambil mengusap rambut Dinda, mencolek hidungnya, mengelus tangannya, ibu berusaha mencari penjelasan dari gadis kecil itu.

Akhirnya, Dinda mau juga bercerita, sambil menikmati kolak pisang buatan Ibu yang sudah matang. Tio juga duduk di meja makan. Ia mendengarkan cerita Dinda sambil menikmati kolaknya.

“Sekarang kan lagi model baju panjang, Bu… Makanya Dinda pulang…” kata Dinda dengan suara anak TK yang lucu.

Ibu dan Tio sejenak terdiam, saling pandang karena tidak mengerti. Dinda lalu menjelaskan lagi.

“Semua temen Dinda sudah punya baju panjang seperti putri raja. Waktu di sekolah, anak-anak perempuan sudah janjian. Mau pakai baju panjang ke pesta ulang tahun Rena. Cuma Dinda yang belum punya baju panjang,” kata Dinda sedih.

Ibu dan Tio menghembus napas, ikut sedih. Namun mereka terkejut ketika melihat Dinda lalu tersenyum lebar seperti menghibur mereka.

“Tapi…, Dinda enggak sedih kok, Bu. Kalau Ibu belum punya uang, Dinda enggak boleh nangis minta beli baju panjang, kan! Kata Bu Guru, itu tidak sopan. Meminta sambil menangis itu namanya memaksa. Memaksa itu tidak sopan…” kata Dinda dengan nada biasa. la lalu melahap lagi kolaknya seperti tidak terjadi ара-ара.

Karena sikap Dinda yang manis itu, Tio dan Ibu malah jadi ingin memberinya gaun panjang. Tio ingat, dua hari lalu, Pandu, teman sebangkunya di sekolah, memberinya oleh-oleh kain batik Pekalongan. Pandu memang asal Pekalongan. Tio juga ingat, waktu itu, ia menertawakan oleh-oleh Pandu itu.

“Memangnya aku ibu-ibu. Kok, kamu bawa oleh- oleh batik Pekalongan?”

Pandu hanya tertawa dan berkata, neneknya punya toko batik. Jadi, itu adalah hadiah yang paling mudah didapatnya. Karena tinggal ambil dari toko neneknya. Tio tidak mengira, oleh-oleh Pandu itu akan menjadi sangat berarti sekarang.

Tio menyerahkan kain itu pada Ibu. Batik itu berwarna cerah, dan cocok untuk baju anak-anak.

“Bu, kain batik oleh-oleh dari Pandu ini, dijahit untuk baju panjang Dinda saja, kata Tio.

Ibu mengelus dan mencium rambut Tio saat menerima kain itu.

“Kamu memang kakak yang baik, kata Ibu.

Tio dan Dinda beruntung karena punya Ibu yang pandai menjahit. Sehelai kain itu ternyata bisa dijahit jadi gaun panjang Dinda, dan kemeja tangan pendek untuk Tio.

Minggu berikutnya, kedua baju itu sudah jadi. Bertepatan dengan ada undangan pesta ulang tahun lagi untuk Dinda. Tio dan Dinda melangkah gembira ke pesta ulang tahun Sera, tetangga mereka yang seusia Dinda. Kedua kakak adik itu memakai baju dari kain batik yang sama.

Setiba di tempat pesta, tampak teman-teman Dinda banyak yang memakai gaun panjang. Betul kata Dinda, pikir Tio. Rupanya sedang model gaun panjang di kalangan anak-anak TK. Gaun seperti putri raja.

Anak-anak perempuan memuji gaun panjang Dinda yang terbuat dari kain batik Pekalongan.

“Baju kamu bagus, Din…” puji mereka.

Dinda melihat ke Tio sambil tersenyum senang dan berterima kasih. Tio sangat gembira karena adiknya senang. la juga senang, karena Ibu membuatkan kemeja batik dengan ukuran agak longgar. Cocok dipadukan dengan celana jeans. Tio memakai kaos di balik kemeja batiknya yang tidak dikancing. Keren.

“Kalau pakai gaun panjang begitu, jangan lari-larian, ya! Nanti jatuh,” bisik Tio.

Dinda mengangkat jempolnya, lalu bergabung dengan teman-temanya bermain kereta api sambil mengelilingi kue tart.

 

BOLA AMI YANG HILANG

 “Fuuuuh… fuuuh.” Dika memonyongkan bibirnya mencoba bersiul. Namun tidak ada bunyi siulan yang keluar. Hanya bunyi angin yang terhembus.

“Uuugh.., kenapa susah sekali, sih, bersiul! Rio saja bisa bersiul keras. Kenapa aku tidak bisa?” keluh Dika.

Saat sedang mencoba bersiul lagi, tiba-tiba terdengar suara tangis Ami, adiknya.

“Kaaak… bolaku hilang. Bola baruku hilang,” tangis Ami.

Dika agak kesal karena kegiatannya terganggu. Namun, ia selalu tak tega kalau melihat adiknya menangis.

“Hilang di mana?” tanya Dika berusaha sabar.

“Bolaku menggelinding turn ke sawah,” kata Ami.

“Lalu aku kejar, tapi tidak ketemu. Tolong aku, Kak Dika.”

“Aduh, Ami! Kakak kan sedang belajar bersiul!

Bagaimana aku bisa belajar bersiul kalau aku harus mencari barang-barangmu yang selalu hilang. Kemarin bonekamu yang hilang. Kemarinnya lagi, payung kecilmu!” keluh Dika.

la lalu memajukan mulutnya dan meniup kencang seperti yang biasa dilakukan Rio, teman sekelasnya. Namun, lagi-lagi tak terdengar bunyi siulan.

“Kak, jangan bersiul terus! Bunyinya aneh. Tolong aku dulu!” omel Ami kesal. “Itu bola aku yang paling bagus. Sayang kalau hilang!”

“ya, iya…” ujar Dika agak kesal. la terpaksa berhenti latihan bersiul. “Tapi kalau bolamu sudah aku temukan, boleh aku tendang-tendang ya, sambil jalan pulang nanti!” kata Dika lagi.

Ami tidak menjawab, karena ia sudah berlari lebih dulu menuju sawah. Letak rumah mereka memang tak jauh dari sawah.

Dika terpaksa ikut berlari mengikuti adiknya. Walau kesal, Dika tak ingin terjadi sesuatu pada adik satu-satunya itu.

Setiba di dekat sawah, kepala Dika clingak-clinguk melihat ke rerumputan di kiri dan kanan. Tiba-tiba, wajahnya tampak terkejut dan ia berteriak,

“Lihaaat!”

Ami berhenti lari dan menengok, “Kakak menemukan bolaku?” tanya Ami senang. Ia berlari ke arah Dika.

“Bukan bola! Cepat kesini! Ada katak besar. Ini katak terbesar yang pernah aku lihat. Ayo, kita tangkap” ajak Dika.

Ami terbelalak melihat katak besar itu. Katak itu tampak duduk santai di atas gelondong kayu yang lembab.

“Ayo, kita tangkap!” ajak Dika lagi.

Ami bergerak perlahan dari sebelah kiri. Dika bergerak dari kanan.

Hop! Hop! Mereka melompat menangkap katak itu.

Wah, namun walau sepertinya tidak melihat mereka, katak itu seketika melompat lincah menjauh.

“Yaaaa… lolos! Ayo, tangkap lagi, Kak!” teriak Ami.

Mereka mencoba berkali-kali. Namun setiap kali Dika dan Ami melompat menangkapnya, katak itu melompat lebih cepat.

“Kita harus menangkapnya, Ami. Pasti lucu kalau jadi hewan peliharaan kita!” kata Dika.

“Wah, iya, Kak! Katak ini bisa tinggal di kolam ikan mas kita!” seru Ami girang.

Karena asyik menangkap katak, Ami mulai lupa pada bolanya. Ami dan Dika terus berlari mengejar katak sampai ke dekat sebuah kolam.

Sayangnya…

BYURRR! Katak itu melompat masuk ke dalam kolam. Ami dan Dikha masih berusaha menangkap. Mereka melihat ke dalam air kolam.

“Yaaa… Katanya menyelam sampai ke dasar kolam, Kak…” kata Ami kecewa. la berjongkok di tepi kolam sambil melongok melihat ke dasar kolam.

“Yaaa… sayang sekali. Padahal aku betul-betul ingin punya katak peliharaan,” kata Dika kecewa.

Mereka berdua sudah bersiap untuk pulang. Namun, tiba-tiba Ami berteriak sambil menunjuk ke sudut kolam.

“Kak Dikaaa… lihat! Itu bolaku!”

Dan memang… itu bola baru Ami yang tadi hilang.

Ternyata bola itu terselip di antara tanaman di tepi kolam.

“Katak yang pintar,” tawa Dika. “Dia tidak mau kita tangkap. Tapi dia menunjukkan letak bolamu, Ami.”

“Terima kasih katak baik hati!” seru Ami sambil menunduk ke arah kolam.

Dika melangkah hati-hati menuju sisi lain kolam. Lalu mengambil bola baru Ami itu. Keduanya lalu berjalan pulang ke rumah. Ami mengijinkan kakaknya menendang-nendang bolanya sambil berjalan pulang.

Hari yang melelahkan bagi mereka, namun juga menyenangkan.

 

GELANG PERSAHABATAN

Putri memakai sepatunya dengan malas. Kalau bisa, selama seminggu ini ia bolos sekolah saja. Namun, Bunda pasti akan marah. Ulangan tengah semester telah selesai. Minggu ini, di sekolah sedang beriangsung pekan olahraga.

“Sudah siang, Putri. Ayo lekas, nanti terlambat,”tegur Bunda.

“Enggak belajar kok, Bunda. Lagi pekan olahraga.”

“O iya, kamu ikut olahraga apa, Putri?”tanya Bunda.

“Aku dimasukkan ke tim lari estafet oleh Pak Guru. Satu tim dengan Tikah,”suara Putri terdengar pelan.

“Bagus, dong! Lari kalian, kan, memang cepat. Tapi, kenapa kamu seperti tidak semangat? Ada apa?” Bunda menyelidik,

 Putri menunduk. Menggeleng

. “Putri?” Bunda tidak suka dengan gelengan kepala Putri.

“Putri tidak mau satu tim dengan Tikah,”ucap Putri.

“Putri mau satu tim dengan Sabil saja.Tapi, Pak guru bilang tidak bisa ditukar.

” “Bukankah seharusnya kamu senang. Kalian, kan, bersahabat.

” Tidak lagi, jawab Putri dalam hati.

 Merekabertengkar gara-gara Putri tidak mau memberikan contekan Matematika saat ujian tengah semester kemarin. Sampai hari ini mereka belum bicara dan bercanda lagi. Kalau berpapasan di koridor sekolah, Putri dan Tikah pura-pura tidak melihat. Di dalam kelas pun mereka seperti tidak saling mengenal.

Putri tidak mau minta maaf duluan. Seperti kejadian waktu buku PR Tikah tersiram air. Doni yang menumpahkan langsung melarikan diri. Karena memang hanya Putri yang duduk di sana, Tikah langsung menyalahkannya. Sementara ia tidak sempat membela diri.

 Sebagai tanda permintaan maaf, Putri membuat gelang yang ia buat sendiri. Warnanya biru. Satu untuknya dan satu untuk Tikah. Waktu memakai gelang itu, mereka berjanji untuk tidak musuhan lagi. Putri melirik pergelangan tangannya. Gelang biru tanda persahabatan itu sudah ia lepas dari kemarin. Putri juga melihat Tikah tidak memakainya lagi. Mereka benar-benar tidak lagi sahabatan sekarang.

“Ayo Bunda, berangkat,” ujar Putri selesai memakai sepatu. la tidak ingin Bunda bertanya ada apa dengannya dan Tikah.

Lina memanggil Putri untuk mendekat karena nama mereka sudah dipanggil untuk masuk ke lapangan. Lomba lari estafet putri akan segera dimulai. Dengan malas, Putri mendekat juga.

“Yang semangat, dong!”tepuk Ratih di pundak Putri.Tadi Ratih sedang mengobrol dengan Tikah yang langsung membuang pandangnya ke pinggir lapangan, setelah Putri mendekat.

Putri menguatkan diri. Perasaan kesal dan sebal pada Tikah masih ada di hatinya, karena Tikah marah-marah tidak diberi contekan.

Demi pertandingan lari estafet ini, aku akan berjuang, ucap Putri dalam hati. Untungnya, Putri menjadi pelari yang pertama membawa tongkat. Dilanjutkan oleh Tikah, pelari yang menerima tongkat terakhir. Maka, Putri tidak perlu menatap dan bersentuhan tangan dengan Tikah.

Ternyata, tim Putri kalah oleh tim Sabil. Tikah marah-marah dan menyalahkan Putri atas kekalahan itu.

 “Seharusnya Putri tidak satu tim dengan kita. Larinya lambatsekali tadi. Semua gara , gara dia,” Tikah mengomel.

 Putri ingin menangis tadi. Selalu saja, tikah menyalahkan dirinya. Untunglah teman yang lain tidak ikutan menyalahkannya. Lari tim mereka memang kalah cepat dari teman-teman di tim Sabil.

“Bunda baru tahu kalau kamu bertengkar sama Tikah,”Bunda meletakkan secangkir cokelat panas di meja belajar.

 Putri berusaha bangkit dari posisi tidurnya. Kepalanya masih terasa pusing. Hari ini Putri tidak sekolah. Tadi pagi dia sudah mau berangkat ke sekolah, tetapi ketika Putri berpamitan, Bunda merasakan tangan Putri panas sekali dan melarang Putri pergi ke sekolah

. “Bunda tahu dari mana? Ada yang ngadu ke Bunda, ya?”

 “Enggak baik bertengkar lama-lama. Selama ini, kan, kalian memang sering bertengkar, tapi tidak lama sudah baikan lagi.”

 Putri melengos tak suka mendengar ucapan Bunda. Mereka memang selalu berbaikan. Namun, selama ini Putri yang selalu mengalah dan meminta maaf duluan.

 “Mengalah, tidak apa-apa, kok,” bujuk Bunda seperti tahu apa yangPutri pikirkan.

“Tikah mau menang sendiri Bunda. Putri capek ngalah terus-terusan.”

Bunda tersenyum.

“Mengalah bukan berarti kalah,” Bunda membantu Putri untuk duduk dan meminum cokelatnya.

“Itu malah menandakan, kalau kamu anak Bunda yang punya jiwa besar,” Bunda menekan hidung Putri.

“Lagi pula, kamu adalah anak Bunda yang paling baik.” Putri menunduk.

 “Nah, sekarang, Bunda suruh Tikah masuk ke kamarmu, ya?”

“Tikah datang ke sini, Bunda?” tanya Putri tidak percaya mendengarnya.

 “Iya. Dia mau minta maaf, katanya.Tikah datang membawa puding, lo. Nanti Bunda iris dan bawa ke kamar, ya. Biar bisa kalian makan berdua.” Bunda tersenyum.

 Saat itu, Putri melihat gelang tanda persahabatan yang pernah dibuatnya. Ah, meski tanpa gelang persahabatan itu, mereka akan tetap menjadi sahabat.

 

JELI

Ruang latihan balet sudah sepi. Rani meneliti setiap sudut dengan tergesa. Jam tangannya hilang! Padahal, itu jam tangan pemberian Oma. Harganya cukup mahal.

Mang Deden, sopir Rani membantu mencarinya. “Coba Non ingat-ingat lagi, mungkin di ruangan lain. Tadi Non ke mana saja?”

“Rani enggak kemana-mana kok, Mang! Rani datang, ganti baju, langsung latihan. Selesai, terus keluar. Jalan ke parkiran, terus ketemu Mamang. Rani sadar jam tangan hilang waktu di parkiran,” jelas Rani.

“Berarti mungkin juga di ruang ganti baju kan, Non?”

 “Seingat Rani, semua barang sudah disimpan di tas:’

“Coba dicari lagi di tas, Non!” saran Mang Deden. Rani mengaduk-aduk isi tasnya. Mengeluarkan semua isinya. Mang Deden ikut mengamati.Tapi jam tangan yang dicari tidak juga ketemu.

“Hai, Rani! Ini jam tanganmu, ya?” seorang gadis sebaya Rani datang sambil menyodorkan sebuah jam tangan. Benar, itu milik Rani.

“Iya, itu jamku!” Rani berseru senang.

“Terima kasih. Di mana kamu menemukan jam inir

“Tadi kamu menjatuhkannya di rak sepatu. Kebetulan jatuh di sepatuku,”kata gadis itu ramah.

Rani tertegun. Sifat cerobohnya belum juga hilang.

“Ya sudah, aku pulang dulu, ya!” gadis itu berlari sambi1 melambaikan tangan. Rani membalas tangannya. la menarik napas lega. Jam tangannya tidak  jadi hilang.

 “Syukurlah, Non. Sudah ketemu. Ayo kita pulang!” ajak Mang Deden.

Rani mengangguk dan mengikuti langkah Mang Deden.

“Anak yang tadi menemukan jam tangan Non Rani itu siapa namanya, Non?”tanya Mang Deden ketika mobil sudah melaju.

 “Mmm.. Rani nggak tahu, Mang.”

 “Lo, kok bisa? Bukannya dia teman latihan balet?”

 “Iya sih, tapi Rani enggak pernah kenalan,” jawab Rani sedikit kikuk.

“Kok, dia tahu nama Non Rani?”

“Iya. Besok, deh, Rani tanya namanya.” Rani menutup pembicaraan. la mencoba mengingat sosok anak itu.

 

Seingat Rani, ia anak yang berbeda. Hampir semua anak di les balet diantar jemput mobil, sementara anak itu naik sepeda. Baju, tas, dan apa pun yang dipakainya tampak sederhana. la tidak pernah ikut bergabung kalau Rani dan teman-temannya makan es krim bersama selesai latihan, atau asyik bercerita tentang liburan di tempat-tempat terkenal. Ah, siapa namanya ya? Rani tidak berhasil mengingatnya.

“Jeli.”Anak itu menyebutkan namanya.

 “Apa? Jeli?”Rani meyakinkan. Aneh sekali namanya.

“Iya. Namaku Jeli,” jawabnya sambil menunjukkan barisan giginya yang putih. Rani ikut meringis. la baru ingat, temannya Alea pernah menyinggung soal anak balet yang punya nama aneh.

“Senang berkenalan denganmu, Jeli. Aku ganti baju dulu, ya. Kalau enggak keberatan, kamu tunggu, ya! Kita masuk sama-sama,”kata Rani.

Jeli tersenyum.”Oke!”

Tak lama kemudian, Rani selesai berganti baju. la memakai kaos panjang berwarna merah muda dan bandana yang senada.

“Hmm…kamu pakai kaos dan bandana merek Lilabella, ya?”tanya Jeli.

 “Kok, kamu tahu?”

 lya. Ibuku jualan baju.

” Wah, Jeli memang jeli, ya? la bisa mengenali merek baju hanya dengan sekali melihat. Rani tersenyum.

 “O iya, kamu sudah lihat pengumuman duet balet belum? Kamu berpasangan sama siapa?” tanya Rani.

“Belum. Kita lihat, yuk!” Mereka berjalan menuju papan pengumuman di depan ruang latihan.

“Maharani Wijaya – Mutiara Jelita.” Rani membaca nama pasangan duet baletnya. la merasa belum pernah kenal temannya yang bernama Mutiara Jelita.

“Wah, Rani. Kita berpasangan!” seru Jeli.

 “Oh, jadi Mutiara Jelita itu kamu?

Kok..?” “Kok, panggilanku Jeli?”Jeli menebak pertanyaan Rani.

 “Iya. Kok enggak dipanggil Tiara atau Lita saja, gitu?”

 “Aku ceritakan nanti, deh! Latihannya sudah mau mulai, tuh!”Jeli menunjuk ke dalam ruang latihan. Semua anak peserta les balet terlihat sudah berkumpul.

 “Baiklah. Nanti kita makan es krim sama-sama, ya! Aku yang traktir, deh! Hitung-hitung sebagai tanda terima kasihku karena kamu menemukan jam tanganku,” kata Rani sambil masuk ke ruang latihan. “oke”Jeli tersenyum senang.

“Dulu aku biasa dipanggil Ara,”Jeli memulai ceritanya sambil menyendok es krim rasa cokelatnya. “Aku dulu ceroboh sekali. Sering menghilangkan barang-barang penting. Sering meninggalkan barang di toilet, sering kelupaan membawa peralatan sekolah,” lanjutnya.

Rani memandang penuh rasa ingin tahu. la jadi ingat sifatnya sendiri.

“Kata ibuku, nama adalah doa. Jadi, ibuku memanggil aku dengan nama ‘Jeli’, diambil dari kata ‘Jelita’. Katanya biar aku jadi anak yang jeli. Percaya atau enggak. Sejak aku dipanggil Jeli’aku jadi lebih teliti. Setiap keluar dari toilet, aku melihat seisi ruangan, apa ada barangku yang tertinggal. Setiap mau berangkat sekolah, aku memastikan buku dan peralatanku sudah lengkap. Pokoknya, setiap mau bepergian, aku selalu meneliti bawaanku. Juga saat mau pulang. Jadi, aku tidak pernah kehilangan barang lagi.”

 Rani melongo. “Jadi begitu?”

 “Iya. Aku sering membantu teman yang kehilangan barangnya, karena aku teliti mencari barang-barang yang hilang. Aku juga membantu ibuku berjualan baju dan mencatat keuangan. Kata ibuku, aku sangat teliti,”Jeli tersenyum Iebar.

Rani tertawa. la senang Derteman dengan Jeli. Meskipun idak perlu berganti nama, Rani bisa mencontoh ketelitian Jeli. la harus mulai cermat dengan barang-barangnya. Lagi pula, ia juga sudah bosan selalu kehilangan barang.

 

BUKAN KARENA MAIN DIKEBUN

Zahra menggeliat gelisah. la tidak bisa tidur. Ruang tengah masih terang.Tandanya Aira adiknya masih minta digendong Ibu.

Sejak kemarin Aira demam. Ibu sudah memberinya obat.Tadi pagi demamnya sudah turun, tetapi sore naik lagi. Bahkan, muncul bentol-bentol merah di tangan dan kakinya. Aira juga tidak mau makan. Di mulutnya ada bintik-bintik merah seperti sariawan.

Kasihan Aira.

Zahra jadi merasa bersalah. Siang sebelum demam, Aira ikut bermain di kebun bersamanya. Janganjangan bentol merah itu karena Aira terkena bulu ulat atau gigitan serangga.

“Ibu, Aira masih demam, ya?” Zahra mendekati Ibu di ruang tengah.

“Iya. Kok, Zahra belum tidur?”

 “Bentolnya masih ada?”tanya Zahra lagi.

 “Ini tambah banyak.Tapi, hanya di kaki, tangan, dan mulut,”jawab Ibu.

“Zahra temani Ibu jaga Aira, ya?” Zahra menawarkan diri. la tidak tega melihat Ibu terlihat Ielah.

“Tidak usah. Zahra tidur raja. Besok, kan, sekolah,” kata Ibu.

Terdengar Aira merintih. Ibu sibuk menenangkannya. Zahra jadi iba.

 “Sudah, tidur sana. Jangan sampai Zahra ikut sakit,”kata Ibu tegas.

 Zahra pun beranjak menuju kamarnya.

“Bu, apa bentol Aira karena bulu ulat atau digigit serangga?”tanya Zahra dari pintu kamar.

“Hmm.. Mungkin juga.”

 “Maafkan Zahra, ya, Bu. Kemarin Zahra ajak Aira main di kebun.”

 Ibu tersenyum.

 “Sudahlah. Tidak apa-apa. Sudah bagus Zahra membantu Ibu mengasuh Aira. Sekarang Zahra tidur, ya!”

 Zahra menutup pintu kamar, lalu berusaha tidur.

“Lit, mama kamu dokter, kan?” tanya Zahra pada Lita sahabatnya, saat jam istirahat.

“Iya. Ada apa, Ra?”

 “Adikku sakit. Demam, terus muncul bentol-bentol merah. Tapi, hanya di kaki, tangan, sama mulutnya.”

 “Sudah ke dokter belum?”

“Pagi ini Ibu bawa ke dokter. Aku ingin ikut. Aku ingin tahu Aira sakit apa. Tapi, aku, kan, sekolah,” keluh Zahra.

“Demam, terus muncul bentol merah?”Lita memperjelas.

“Iya. Mmm…Sebenarnya, sebelum demam, Aira main sama aku di kebun. Apa mungkin terkena bulu ulat atau gigitan serangga, ya? Apa hewan bisa menYebabkan demam?”

“Mama pernah bilang, demam itu bisa karena virus atau infeksi bakteri. Mungkin saja, virusnya ada di hewan. Virus kan, kecil banget, dan ada di mana-mana ‘’ Lita ikut menduga-duga.

 “Aku jadi merasa bersalah, Lit. Harusnya jangan kubawa main di kebun.”

 Mereka terdiam

 “Nanti, pulang sekolah aku telepon Mama, ya. Aku tanyakan penyakit Aira,” kata Lita.

Zahra mengangguk, tersenyum. Lita memang sahabat yang baik.

Pulang sekolah, Lita mengambil ponsel yang dititipkan pada Bu Inge, wall kelas mereka.

“Bentar, aku tanya Mama, ya!”

 Zahra menunggu beberapa saat, sampai Lita menutup teleponnya.

“Kata Mama, kemungkinan Aira terkena penyakit kaki, tangan, dan mulut. Kadang orang menyebutnya penyakit flu singapura “ kata Lita.

Zahra jadi cemas. “Aduh, jangan-jangan bahaya kayak flu burung?’

 “Tenang, enggak apa-apa. Kata Mama, kamu juga harus jaga kesehatan. Penyakit karena virus kan mudah menular,” hibur Lita.

 Ayo pulang! ajak Lita.

 Sampai di rumah, Zahra segera mencari Ibu dan Aira di kamar. la tak sabar melihat kondisi Aira dan menanyakan hasil periksa ke dokter.

 Aira sedang tidur. Bulir-bulir keringat menetes di wajahnya. Zahra mengambil handuk kecil dan mengelap wajah Aira. zahra melihat bentol-bentol di tangan dan kaki Aira sudah tampak berkurang.

Oh, syukurlah. Zahra menarik napas lega.

“Sudah pulang?” Ibu sudah berada di pinto kamar.

“Makan dulu sana. Sudah Ibu siapkan.  Ayo, Ibu juga mau makan. Mumpung Aira masih tidur,” ajaknya.

Zahra beranjak dari tempat tidur. la sudah sedikit lega melihat Aira yang membaik. Kata Ibu, benar Aira terkena penyakit kaki, tangan, dan mulut atau HFMD (hand, footand mouth disease).

Gejalanya sangat khas, demam diikuti munculnya bintik-bintik merah pada kaki, tangan, dan mulut. Biasanya memang menyerang bayi dan balita karena daya tahan tubuhnya masih lemah.

“Jadi, bukan karena main di kebun ya, Bu?”

“Bukan. Entah tertular dari mana, yang jelas Zahra harus bantu Ibu biar Aira cepat sembuh, ya!”

 “Siap, Bur Zahra tersenyum. la makan dengan lahap.

 Sore harinya, Zahra sibuk membantu Ibu merawat Aira. Untuk sementara, Aira harus makan bubur karena mulutnya sakit. Mandinya pun harus dengan cairan antiseptik agar bentolnya cepat hilang. Syukurlah, malam harinya aira sudah mulai ceria.

“Kak Yaya, besok main di kebun lagi, ya! Aya suka!” kata Aira. Zahra tersenyum senang. Cepat sembuh ya, Aira!

 

SI JADUK

 

aku, si Jaduk. Rusa bertanduk hebat. Selain tandukku yang hebat, rumah tempat tinggalku pun tak hebat.

Rumahku adalah halaman Istana Presiden! Istana Bogor.

 Bangunan putih itu sungguh megah. Diapit dua bangunan lain di sampingnya yang juga indah.

Hamparan rumput hijaunya sungguh terawat. Di tengahnya ada jalan mulus beraspal yang dihiasi tiang-tiang lampu kuno.

Di halaman istana ini, terdapat juga pohon beringin dan kolam besar. Aku benar-benar nyaman tinggal di sini. Selain aku, ada ratusan rusa lain yang tinggal di halaman istana megah ini.

Ada juga Shana,temanku yg agak cerewet

 “Hei,Jaduk! Hari ini, hari Minggu. Hari ini kita panen wortel lezat! Makanan kesukaan kita. Ayo, kita dekati pagar samping jalan raya itu! Anak-anak kecil sudah siap dengan wortel di tangan mereka memanggil kita!

“Huh, kau saja yang ke sana. Tandukku ini tak akan aku turunkan untuk mengambil makanan dari anak-anak pendek itu!” kataku agak kesal.

“Ughh… kau selalu sombong! Kau hanya mau makanan yang diberikan oleh para tamu istana ini!” kata Shana cemberut.

Aku diam saja tak peduli. Namun, Shana tidak pergi juga. la malah tampak girang dan berkata lagi, “Oh iya, tadi aku dengar percakapan penjaga istana. Katanya, besok ada tamu penting yang berkunjung ke kota ini. Katanya, mereka ingin melihat-lihat halaman istana ini juga. Kau pasti suka mendengar berita ini…”

 “Naaah, kalau tamu penting, aku baru suka! Kau sendiri saja yang bermain bersama anak-anak dan wortelnya itu di pagar istana.

Aku ini si Jaduk. Aku rusa penghias istana. Tugasku menghibur tamu-tamu penting,” kataku sambil menaikkan tandukku.

“Huh, baru jadi rusa penghias Istana Presiden saja, sudah sombong. Bagaimana kalau kau jadi presiden rusa…”omel Shana. la nielengos meninggalkan aku.

 Kini aku melamun sendiri sambil tersenyum. Aku membayangkan tamu-tamu penting yang akan berkunjung ke kota ini besok. Kalau mereka datang untuk melihat-lihat halaman istana ini, mereka pasti akan melihat aku juga. Mereka pasti akan berdecak kagum melihat keindahan dan kehebatan tandukku ini,

 “Si Jaduk, rusa bertanduk hebat…” Aku tersenyum-senyum sendiri membayangkan peristiwa yang akan terjadi besok.

Malam harinya, aku tertidur di bawah pohon beringin tua yang rindang. Mimpiku sungguh indah…

“Hei, Jaduk! Pagi-pagi begini, kenapa kamu tampak lesu? Lihat, rusa-rusa lain sudah mulai mencari makanan. Mereka bergerak menghiasi halaman istana. Katanya, kau ini rusa penghias istana.Tapi kenapa kau hanya berbaring malas di balik pohon beringin ini?” tanya Shana yang datang sambil mengomel.

 “Jangan ganggu aku. Aku sedang tak bersemangat. Sedih rasanya hatiku!”

“Hah? Sedih? Tamu-tamu penting itu sudah datang, kan? Katanya kau ingin menghibur mereka…”

“Ah sudahlah. Aku tak mau bertemu mereka!

” Mata Shana terangkat heran. “Hei, ada apa denganmu? Ini bukan seperti si Jaduk, rusa bertanduk hebat:”

 “Aku tidak suka pada keluarga tamu-tamu penting itu! Anak-anak mereka nakal! Mereka menancapkan buah apel di ujung tandukku. Dengan susah payah aku harus melepaskannya:’ gerutuku.

 “Ha ha ha …,”seketika Shana tertawa terbahak.

 “Ehem …”dehemku keras. Shana menghentikan tawanya.

“Oh, maaf! Aku tak bisa menahan geli. Wajahmu pasti jadi lucu, kalau ada apel di ujung tandukmu! Ha ha… Hmm, jadi kau diam saja ketika mereka mempermainkanmu?”

 “Nggg lya Tadinya aku ingin mereka terhibur dengan memamerkan tandukku yang hebat. Tapi, ternyata mereka mendekati aku hanya untuk mempermainkan aku”

“Kau tidak marah?”tanya Shana lagi. “Aku marah. Tapi aku berusaha menahan marahku. Sekarang, aku tak mau mendekati mereka lagi.”

“Ya sudahlah Kalau begitu, hari Minggu nanti, kau temani aku saja. Kita hibur anak-anak di pinggir pagar istana. Mereka memang bukan tamu penting.Tapi, mereka anak-anak manis dan sopan. Mereka akan memberikan wortel untukmu,” ajak Shana sabar.

Kupandangi mereka dari kejauhan. Kali ini, mataku tidak menghadap ke arah istana yang megah itu. Melainkan ke jeruji pagar istana yang di baliknya dipenuhi anak-anak yang ceria.

Anak-anak manis itu . memberikan wortel dengan tulus untuk teman-temanku. Kulihat Shana sudah berdiri di depan jerui pagar itu dengan mulut lahap mengunyah wortel.

Aku pun melangkahkan kaki mendekati pagar istana yang ramai. Siap menyantap wortel dan bermain bersama mereka. “

 

MASAKAN MISTERIUS IBU

Ini aneh. Kak Mala dan Tuti berpandangan. Ibu bilang, akan memetik buah nangka di kebun belakang. Hidung Mala sudah tak sabar mencium aroma nangka yang menggoda. Tuti sejak tadi sudah menahan air liurnya setiap membayangkan potongan nangka yang manis.

“Bu, itu nangkanya belum matang,”Kak Mala menunjuk buah nangka berukuran sedang di tangan Ibu.

 “Ibu enggak salah petik?”Tuti menambahi. Ibu menggeleng sambil tersenyum misterius. Setelah menaruh buah nangka di dapur, Ibu malah pergi melalui pintu belakang.

Bukankah Ibu sudah berbelanja di pasar? Ibu mau ke mana lagi? Kak Mala dan Tuti yang penasaran, akhirnya mengikuti Ibu secara diam-diam. Tibalah mereka di sebuah pohon jati. Ibu memungut beberapa helai daun jati yang gugur, lalu berjalan pulang.

Tuti menggaruk-garuk kepalanya, kebingungan. Kak Mala hanya mengangkat bahu, sama-sama tidak tahu.

 Sampai di rumah, Ibu segera mencuci daun-daun jati tadi.”Mala, tolong keluarkan batok kelapa dari keranjang belanjaan Ibu. Sekalian dicuci bersih, ya,”pinta

 Batok kelapa? Untuk apa? Namun, Kak Mala tetap melakukan perintahlbu.

Tangan Ibu dengan Iincah mengupasi buah nangka muda. Tuti mengamati potongan-potongan nangka mentah yang  berwarna putih. enak, pikirnya.

“Bu, ada apa, sih? Kok, hari ini Ibu terlihat aneh,”Tuti tak tahan untuk berkomentar.

Ibu tidak marah, malah tertawa. Lalu, terdiam dan menghela napas, “Sebenarnya, hari ini Ibu kangen sama Nenek.”

Jawaban Ibu juga terasa aneh.

“Mala, nanti kamu susun batok kelapa di dasar panci, ya,”Ibu kembali menyuruh Kak Mala.

“Memangnya batok kelapa bisa dimakan, Bu?”tanya Tuti heran.

Ibu tergelak mendengarnya, “Nanti kalian juga akan tahu. Sekarang, Tuti bantu Ibu mencuci potongan-potongan nangka, lalu kamu masukkan ke dalam panci yang beralas batok kelapa tadi.” Ibu lalu menambahi air santan ke dalam panci beserta bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Sebelum panci ditutup, Ibu menaruh beberapa helai daun jab.

 Ibu mengatur kenop kompor minyak, hingga api kompor mengecil. “Sekarang, kita tunggu beberapa jam.”

“Kenapa tidak pakai kompor gas saja, Bu. Lebih cepat, tidak perlu menunggu lama,” usul Kak Mala. Ibu menggeleng,”Dulu, Nenek malah memasaknya di atas tungku kayo dan rasanya memang jadi lebih enak.”

 “Kak Mala mau memakan masakan Ibu tadi?”Tuti Iangsung bertanya kepada kakaknya begitu mereka memasuki kamar.

“Ssstt…pelan-pelan! Nanti Ibu dengar,”Kak Mala menempelkan jari telunjuk di mulutnya.”Kakak juga ragu.Tapi, selama ini masakan Ibu selalu enak. Kita coba saja dulu.

” Tuti mengangguk setuju.

Dua jam berlalu. Kak Mala dan Tuti bergegas ke dapur.

“Belum boleh dibuka!” larang Ibu.

Ya, ampun! Sebenarnya Ibu memasak apa, sih?

 Beberapa jam kemudian, Kak Mala dan Tuti mencium aroma harum dari arah dapur. Panci yang sama masih ada di atas kompor minyak yang baru dimatikan Ibu. Uap panas tipis keluar dari sela-sela panci, membawa aroma sedap di sekeliling dapur. Perut Mala dan Tuti semakin meronta-ronta minta diisi.

 “Ada sayur bayam dan tahu goreng di meja makan,” kali ini Ibu belum juga membuka panci itu.

“Kak, aku makin penasaran sama masakan Ibu. Sudah sekian jam, tapi belum matang juga!” keluh Tuti.

 Kak Mala tampak berpikir,”Oh, mungkin karena batok kelapa yang keras, jadi butuh waktu lama untuk matang.”

 “Hmm…benar juga ya, Kak,”Tuti angguk.

Saat makan malam, sudah tersedia aneka hidangan di meja makan. Kak Mala dan Tuti hanya tahu opor ayam dan tempe bacem, yang lain tidak tahu namanya.

 “Ini apa, Bu?”Kak Mala menunjuk mangkuk yang berisi makanan berbentuk kotak-kotak.

“Itu namanya sambal goreng krecek,”jawab

“Itu kesukaan Bapak. Pasangannya gudeg,” sela Bapak.

 “Gudeg?”tanya Kak Mala dan Tuti bersamaan.

Ibu menunjuk semangkuk hidangan lain,”Ini yang lbu masak dengan batok kelapa dan daun jati.”

 Kak Mala dan Tuti yang penasaran, segera menyendokkan gudeg ke atas piring masing-masing.

“Lo, mana batok kelapanya, Bu?” tanya Tuti.

“Daun jatinya juga hilang?” Kak Mala ikut bertanya.

 Bukannya menjawab, Bapak dan Ibu malah tertawa.

“Batok kelapa gunanya agar gudeg tidak gosong. Sedangkan daun jati membuat warna gudeg menjadi kecokelatan,” jelas Ibu panjang lebar.

 Giliran Kak Mala dan Tuti yang tertawa. “hmmm ….rasanya enak,” Kak Mala dan Tuti makan dengan lahap.

“Nenek yang mengajarkan Ibu memasak gudeg. Gudeg buatan Nenek malah Iebih enak lagi,” cerita Ibu.

 “Wah, jadi ingat Nenek, ya! Bagaimana jika besok kita ziarah ke makam Nenek?” usul Bapak.

“Setuju, Pak!” seru Kak Mala, juga Tuti.

 Ibu mengangguk senang.

 

SUARA ANEH DIMALAM HARI

Krkr Krkrkr auuuu ……. Terdengar suara misterius itu lagi. Rosi menaikkan selimutnya. Gadis kelas 5 SD itu menutup matanya rapat-rapat. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya, napasnya memburu. Deg plas! Detak jantungnya terasa

Krkr krkr auuu… Rosi bingung. la ingin sekali pindah kencang. i takut. Ah, benar-benar malam ke kamar Mama, tetap  yang mencekam buat Rosi.

Paginya, di ruang makan, Rosi menguap berkali-kali.

“Masih ngantuk, Ros? tanya Mama heran. Rosi mengangguk dan menguap kembali. Papa dan Mama saling pandang heran.

 “Kamu sakit?” Mama menyentuh kening Rosi.

“Enggak, Ma. Cuma, tadi malam, aku enggak bisa tidur. Dua hari ini, aku mendengar suara-suara misterius.”

“Suara misterius?” tanya Papa dan Mama kompak.

 “Papa Mama enggak dengar?” tanya Rosi heran.

“Suaranya seperti ayam berkokok, tapi panjang. Jadi kayak suara serigala di film, Pa, Ma. Aaauu… begitu.” Ditirukannya suara misterius itu. Papa Mama sampai keheranan.

“Suara serigala?” tanya Papa dan Mama lagi. Rosi menganggukkan kepalanya.

“Masa, hari gini ada suara serigala?” ucap Mama sambil mengambilkan nasi buat Rosi.”Makan dulu, ya. Biar fit. Cerita suara misteriusnya dilanjutkan nanti malam lagi. Mumpung malam minggu, biar ada cerita seru,” lanjut Mama sambil tersenyum menggoda Rosi.

 “Uhh…Mama  ucap Rosi cemberut, sambil tangannya mengambil sayur dan lauk. Semoga malam nanti suara misterius itu bisa terpecahkan, batin Rosi.

Jam di dinding berdetak delapan kali. Malam minggu,mama ,papa dan Rosi duduk santai di ruang Minggu,. Papa asyik nonton bola, Mama baca tabloid wanita. Sementara Rosi duduk di samping Mama sambil membaca Majalah Bobo kesayangannya.

Diam-diam, Rosi sebetulnya gelisah. Telinganya siaga, siapa tahu suara misterius itu terdengar lagi. Suara itu memang tidak hanya terdengar di tengah malam. Sehari sebelumnya, Rosi mendengar suara misterius itu pada pukul sembilan malam.

“Krkr krkr auuu… ” Nah, bunyi itu terdengar lagi. “Ma, itu Ma, suara misterius itu!” Rosi menyenggol lengan Mama. Mama segera menutup tabloidnya, Papa mengecilkan volume TV.

“Krkr krkr auu…”

“Tuh, kayak suara serigala, kan; Ma?” bisik Rosi ketakutan. Tubuhnya didekatkannya pada Mama. Mama dan Papa saling pandang sambil t ersenyum

Jadi suara itu yang bikin kamu ketakutan?” tanya Mama masih sambil tersenyum.

 Papa malah menuju jendela samping, kemudian membuka daun jendela.

 “Krkr krkr auu …” Suara itu semakin jelas terdengar. Rosi memeluk Mama ketakutan. Akhirnya, tawa Papa dan Mama meledak. Membuat Rosi keheranan.

 “Ha ha ha…Rosi…Rosi! Itu, sih, suara ayam pelung Om Coan, tetanggga sebelah. Kandangnya memang di samping rumah kita, di balik pagar tembok itu,” jelas Papa.

 “Haaah…ayam? Kok, suaranya aneh, Pa?” Rosi masih tak percaya. Ketakutannya berkurang.”Masa berkokoknya panjang sekali?” “Iya, itu ayam pelung jantan. Memang baru tiga hari lalu Om Coan beli ayam pelung. Suaranya memang panjang dan bagus. Didatangkan langsung dari Cianjur, Jawa Barat. Mahal, lo, harganya,” Papa menerangkan panjang lebar.

 “Mama kemarin juga lihat, waktu belanja di warung Om Coan. Suara ayamnya mengalun panjang dan berirama. Ayam jenis itu sering diikutkan lomba. Ayamnya gagah, bulunya berkilau indah, Iehernya besar dan kokoh.”

”Wah, ternyata Mama mengamati dengan teliti ayam pelung tersebut.”Dulu, kakekmu pernah memelihara ayam pelung juga, saat kamu masih kecil. Mungkin kalau siang kamu tidak dengar, karena kalah dengan bunyi kendaraan yang lewat.”

“Oh…” Rosi manggut-manggut.

“Jadi, enggak usah takut lagi ya, Sayang. Itu hanya suara ayam pelung, bukan serigala,” kata Mama Iagi. Papa menutup jendela, lalu duduk di samping Rosi

.”Besok, kita main ke Om Coan, ya. Biar kamu bisa lihat ayam pelung itu seperti apa.”

“He he he…siap, Pa!”jawab Rosi ceria. Akhirnya, misteri suara misterius itu terpecahkan juga.

Kita Belum Jadi Apa-Apa

Dio sedang jalan ngikutin Erwin dari belakang bahkan tak mempedulikan saat Erwin lagi ngoceh dan minta Dio untuk berhenti mengikutinya. Sampe akhirnya mereka akrab dan Erwin pengen nerima Dio sebagai temannya. Sehingga saat di sekolah ataupun pulang mereka selalu bareng-bareng. Dio selalu menemani Erwin jalan menuju rumahnya yang tak jauh dari terminal.

Erwin bilang kalo rumah Dio searah dengan terminal dan jalan bareng Dio lumayan tak membuat perjalanan berasa melelahkan walaupun cukup jauh. Hal itu terus berlanjut sampe pada suatu hari Erwin berasa curiga dengan Dio yang selalu tak mau saat Erwin hendak menemaninya nungguin angkutan. Saat Erwin harusnya pulang justru ia ngeliat Dio dari jauh dan benar aja semua keanehan terjawab sudah. Dio naik sebuah mobil pribadi mewah yang berhenti pas di terminal.

Erwin telah curiga sejak pertama kali Dio yang kayak anak orang kaya, kenapa harus naik angkutan umum. Tentu saja Erwin marah sama Dio yang berbohong padanya dan mereka bertengkar cukup hebat esok harinya. Saat itu ucapan Dio bikin Erwin sadar “Gue bukan mau nipu elo, tapi gue benaran mau sahabatan sama elo Win” ujar Dio. “Kenapa anak orang gedongan pengen main sama anak pemulung kaya gue” Dio mendaratkan pukulan tepat di wajah Erwin hingga dia jatuh tersungkur “Yang tajir itu orang tua gua, trus yang pemulung itu orang tua elo, bukan kita. Saat ini kita belum jadi apa-apa. Gue tulus pengen jadi sohib elo yang juga tulus sama gue, gak pernah manfaatin uang gua” Erwin akhirnya nangis terharu setelah denger sahabatnya yang selama ini rela bohong dan jalan jauh demi biar bisa bareng dia.

Gak boleh sombong, itu kira-kira pesan dari contoh cerpen diatas. Semoga contoh cerpen diatas dapat menginspirasi ya.

Contoh Cerpen Pendidikan

Wirausaha

Yola merupakan mahasiswi lulusan pertanian yg memilih berwirausaha daripada bekerja kantoran. Uniknya, yang ia jual adalah produk olahannya sendiri yang ia racik dari penelitian yang ia lakukan di kampus, yaitu sambal dengan campuran rumput laut yang ekonomis serta sehat.

Awalnya ia menjualnya di kalangan teman kuliahnya sampai dosen serta staf kampus. Selain harganya yg relatif terjangkau sesuai dengan keuangan mahasiswa, ternyata produknya juga menyehatkan.

“Yol, apa sih yang bikin kamu lebih suka berwirausaha? Padahal kamu itu masuk dalam jajaran mahasiswa berprestasi loh. Kamu dapat masuk perusahaan manapun dengan gampang bahkan tanpa tes. Apalagi produk sambalmu itu kamu jual dengan harga yang murah, gimana kamu bisa dapat untung?” Tanya salah seorang temannya yang penasaran.

“Iya emang aku bisa aja menjual produkku ini dengan harga yang tinggi jika aku mau. Pasti juga laku dan untung. Apalagi bagi orang yang ngerti kesehatan. Aku juga bisa aja kerja di perusahaan bonafit dengan gaji yang besar. Tetapi mohon maaf ya teman-teman, aku kuliah tinggi- tinggi bukan untuk uang atau balik modal dari seluruh biaya yang aku udah keluarin. Tetapi aku bahagia jika pekerjaanku dapat bermanfaat untuk orang lain baik dari segi biaya serta kesehatan mereka.” Jelas Yola.

Mendengar penjelasan Yola, temannya seketika langsung terdiam.

Unsur intrinsik dalam contoh cerpen tersebut adalah sebagai berikut:

  • Temanya yaitu pendidikan karakter
  • Tokoh dan penokohan yaitu:
    • Yola: dermawan, tidak sombong, peduli, sederhana
    • Teman Yola: to the point serta pandai
  • Alurnya cenderung flashback
  • Latar yaitu :
    • Latar tempat: rumah
    • Latar waktu: ramah
    • Latar suasana: sepi
  • Gaya bahasanya cenderung lugas
  • Sudut pandangnya orang ketiga tunggal
  • Amanatnya adalah setinggi apapun pendidikan kita bukan sebuah aib jika pekerjaan kita tak sesuai dengan jurusan. Bahkan dengan bisa buka usaha sendiri serta memasarkannya murah pun sudah bisa sebagai perwujudan kepuasan.

Contoh Cerpen Liburan

Liburan Kenaikan Kelasku

Pembagian rapot telah dilaksanakan kemarin di sekolahku. Aku dinyatakan naik ke kelas XII dengan nilai yang lumayan baik. Walaupun aku tak masuk rangking, tapi aku tetap bahagia karna bagiku yang lebih penting adalah aku bisa naik kelas dan tak dapat remidi. Akhirnya aku pun dapat menikmati liburan panjang dengan bahagia.

Telah terbayang olehku bahwa Ayah serta Ibu akan mengajakku liburan ke tempat wisata yang menyenangkan seperti biasanya. Bahkan, aku telah menyiapkan baju serta perlengkapan lainnya sejak dari jauh-jauh hari. “Kali ini aku bakal liburan kemana ya?” Tanyaku dalam hati. “Ah, kemana aja itu, yang penting liburanku bakal menyenangkan!”

Aku pun lalu menemui Ibu serta Ayahku yang kebetulan sedang ada di meja makan. Lalu aku pun berbincang dengan mereka, “Ayah, Ibu, Bagaimana kalau liburan semester ini kita ke Raja Ampat? Aku ingin sekali kesana” Ayah dan Ibu kelihatan saling pandang, dan Ayah pun kemudian berkata, “Nak, kali ini kamu berlibur sama Ibu di rumah, ya. Soalnya, Ayah sekarang ini sedang ada tugas di luar kota. Nanti kalo ada waktu libur lagi, Ayah janji kita bakal liburan lagi kayak biasanya.” Aku kecewa dengar pernyataan itu. Tapi, aku hanya dapat menerima keputusan dari Ayahku.

Hari-hari liburan pun cuman bisa kulewati di rumah aja. Sebenernya, aku pengen sesekali pergi ke luar rumah, ntah itu sendiri atau sama teman. Tapi sayangnya, Ibuku melarang dan aku pun malahan disuruh bantu-bantu setiap pekerjaan rumah. Kalaupun aku pergi ke luar rumah, biasanya cuman ke pasar saja, itu pun juga ditemenin oleh Ibu.

Ibuku berkata bahwa aku gak boleh keluar rumah karena Ibu pengen ngajarin cara mengurus rumah, masak, nyuci, dan menyetrika baju selama libur sekolah ini. Ibu mengajariku hal-hal itu supaya aku bisa mandiri kalo suatu saat nanti aku kuliah atau kerja di perantauan.

Selain ngajarin hal-hal itu, Ibu juga ingin agar aku fokus belajar di rumah buat nyambut ujian nasional dan beberapa ujan lain yang bakal aku jalani nanti. Jujur aja, sebenernya aku ingin nolak apa yang Ibu suruh kepadaku. Tapi, apa boleh buat, aku cuman bisa terima dan ikut aja apa yang Ibu kasih tau ke aku.

Pada suatu sore, Ibu tiba-tiba ketuk pintu kamarku. Aku pun segera buka pintu dan berkata, “iya bu, ada apa?”

“Kamu sekarang mandi yaa. Ibu tunggu di luar.”

“Loh, kita emang mau kemana, Bu?”

“Ibu mau ajak kamu jalan-jalan ke taman kota. Ya, itung-itung liburan lah, masak mau di rumah terus sih?”

“Hah, yang bener buk? Okelah kalo begitu, aku mandi dulu yaa, Bu.”

Habis mandi, aku sama Ibu pun langsung bergegas ke taman kota. Walaupun cuman jalan-jalan di sekitar taman kota, tapi entah kenapa aku merasa seneng banget. Entah mungkin karna beberapa hari kemaren terlalu lama di rumah, atau mungkin aja karena ini pertama kalinya aku jalan-jalan di taman ini setelah sekian lama. Ah, apapun itu, yang jelas aku bakal nikmatin suasana menyenangkan ini

Unsur intrinsik dalam contoh cerpen diatas adalah sebagai berikut ini:

  • Temanya liburan
  • Tokoh dan penokohan terdiri dari:
    • Aku: pendiam, serta berbakti pada orangtua.
    • Ibu: tegaa, sabar, telaten,dan  peduli
    • Ayah: sabar, penyayang, dan pekerja keras
  • Alurnya maju
  • Latar:
    •  Latar tempat: rumah, ruang makan, taman kota, serta kamar
    •  Latar waktu: pagi hari dan sore hari
    • Latar suasananya sepi,
  • Gaya bahasanya lugas
  • Sudut pandangnya orang pertama
  • Amanatnya adalah melatih anak supaya tak selalu berlibur saat musim liburan. Selain itu melatih anak untuk belajar mandiri merupakan pemanfaatan liburan yang paling penting.

BACA JUGA: Contoh Pantun Jenaka, Nasehat, Teka Teki, Cinta, Pendidikan, Agama

Contoh Cerpen Romantis

Sekarang ini kisah romantis emang punya cukup banyak peminat, semua itu karna kisah cinta yang akan membuat pembaca berasa terbawa dalam suasana keromantisan. Berikut ini adalah contoh cerpen remaja romantis yang bakal jadi referensi membaca kamu. Simak contoh cerpen berikut ini.

Cerita Pendek Remaja Romantis

Plester Cinta

Bola basket sedang mantul kesana-kemari ikuti arahan tangan remaja yang sedang asik berebut dan berlari. Sorak-sorai gembira serta histeris terdengar dari bangku penonton.

Walaupun hari ini merupakan pertandingan basket remaja putri tetap aja tak kalah seru saat remaja putra yang main. Semua itu karna emang mereka sudah cukup jago dan mampu buat siapapun terpesona.

Seorang cewek dengan rambut panjang terikat sedang berusaha bawa bola menuju ring lawan tapi ada hadangan yang terus terjadi. Sehingga akhirnya bolapun mampu masuk ring dengan membuat wanita bertubuh jangkung itu jatuh tersungkur karna melawan arus dari lawan itu.

Priiiitt suara wasit meniupkan peluit akhirnya menggema.

“Medis medis! Tania luka tolong” ujar wasit.

Seorang pria dengan tubuh mungil datang berlari dengan membawa kotak berisi P3K. Pertandinganpun mau tak mau akhirnya dijeda terlebih dulu.

Tania sudah dibawa ke pinggir lapangan sehingga pertandingan mulai berjalan lagi “Aku enggak kenapa-napa kok Do” ucap Tania kepada Rido yang sedang mengobati lukanya.

“Iya aku tahu, hati-hati kan bisa dong Tan. Kamu tuh cewek masak banyak lecet di mana-mana begini”

Tania cemberut “Terus kalo aku penuh luka kamu bakal enggak suka sama aku lagi gitu?” ucap Tania.

Rido lalu menempelkan plester pada dagu serta lutut Tania, setelah itu Rido mengacak-acak rambut Tania “Tenang Tan, aku bakal jadi plester kamu” ucap Rido.

“Kalau udah kelar diobatin bisa kalian pacarannya nanti dulu aja, pertandingan penting ini” kata seorang pemain yang berada sedikit ke pinggir lapangan.

Tania pun berlari dan mendekati wasit yang menandakan dirinya sudah siap kembali bertanding. Rido dan Tania sangat jelas berbeda, bahkan banyak yang meledek pasangan ini. Bagaimana tidak mereka ternyata mempunyai tinggi badan yang outlier dan yang lebih pendek disini adalah Rido.

Tetapi Rido sudah bertekad, bahkan saat ia memutuskan untuk mengikuti ekskul PMR itu semua untuk Tania. Supaya Rido bisa selalu mendukung Tania.

Itulah contoh cerita pendek romantis. Semoga menghibur ya. Selanjutnya adalah contoh cerita pendek persahabatan.

Cerpen Remaja Sedih

Cerita sedih emang punya peminatnya tersendiri, walaupun tak menyenangkan seperti cerpen remaja dengan tema yang romantis atau yang lainnya, ternyata cerpen sedih juga bisa mengaduk perasaan. Dimana seorang pembaca akan dibikin terpuruk, marah serta terharu saat membacanya. Berikut ini contoh cerpen dengan kisah sedih yang bisa jadi referensi kalian buat yang lagi bosen di rumah.

Seragam Reka

Matahari lagi malu-malu buat bersinar, justru embun yang dengan gampangnya menyeruak bikin pagi itu terasa lebih gelap serta dingin. Terlihatlah sosok remaja laki-laki yang lagi menggosok punggung tangannya untuk memberikan sedikit rasa hangat. Seragam putih birunya sama sekali tak membantu bikin tubuhnya hangat. Tapi dia masih bersyukur hujan tak turun dan bikin seragamnya makin kusam.

Dia terus memerhatikan lampu lalu lintas dengan sangat cermat hingga tak akan terlewatkan perubahan warnanya. Saat lampu berubah jadi merah, Reka jalan nerobos lalu lintas untuk menjajakan koran. Tak jarang kadang Reka nerima penolakan, bahkan ada yang beri tatapan sinis padanya. Sebenarnya apa sih salahnya? Ini kan pekerjaan halal bukan nyuri ataupun hal buruk yang lainnya.  “Woi Reka! Cepattan udah mau masuk nih” ujar seorang remaja yang pakek seragam putih biru kayak Reka yang lewat di depan Reka dengan motor miliknya. Reka tersenyum “Iya, ini bentar lagi gue nyusul kok” ucap Reka sambil menyusuri jalan yang mulai padat dengan kendaraan. Saat udah di pinggir jalan Reka masukin sisa korannya ke dalam tas. Walau masih sisa cukup banyak, Reka harus bersyukur karna hari ini emang sebesar inilah rezekinya.

Koran sisa ini tak bisa dijual lagi karna saat siang sudah tak ada yang nyari koran. Sedangkan Reka tak dapat melanjutkan berjualan karena jam masuk telah mulai mendekat. Namun seenggaknya hari ini adiknya di rumah dapat makan siang nanti setelah Reka pulang dari sekolah nya.

Walaupun sedih, semoga contoh cerpen diatas menginspirasi kalian semua ya.

Contoh Cerpen Cinta

Kisah cinta tentu saja hal yang sangat menarik untuk dibahas apalagi diceritakan dalam sebuah cerpen atau cerita pendek. Kisah romantisme sepadang sejoli memang tidak pernah kalak menarik dari cerita yang lain seperti cerita horor. Berikut ini adalah salah satu contoh cerpen cinta.

 Cerita Pendek Cinta

Cinta Buta

hari itu sabtu, yahh angin pun tau hari itu…
suasana hari itu emang tenang-tenang aja, padahal seorang insan yang kusebut diriku itu lagi tidak menentu dengan hatinya, …

ku gendongkan tas rangselku dan coba melangkah…
kiranya semua orang ngeliat kegalauanku, kurasa kagak!! mungkin cuman anak bayi bersayap doang yang tau…
karena ia yang selalu memandangiku dengan tatapan samar, yahh sesamar hari sabtu ini lah..
dia duduk di atap sebuah pertokoan…lalu melayang..

Pas di sebuah jalan pertokoan, aku jalan tepat di atas dia melayang, lalu lintas serta keramaian kota tidak begitu mempedulikanku seperti hati ini yang sudah lama tidak ada yang peduliin…
bayi bersayap itu makin deket, seakan akan pengen menunjukan sesuatu yang berharga tidaknya aku tak tahu..
dia ngikutin aku, lalu mengikutiku..dan sekarang dia pas di depan atas pandanganku..
kini aku yg coba mengikutinya…

sekarang kami saling kejar, kayaknya seperti race yang selalu aku tontonin tiap minggu..

orang-orang di jalanan tak tau aku ngejar siapa, mungkin cuman buat orang-orang yang galau seperti diriku yang tau..
aku terus ngejar, seperti aku pengen mengejar rahasia yang sepertinya ia akan tunjukin…
lalu bayi bersayap itu terbang makin pelan, sembari menunjukkan jari manisnya ke arah pojok sebelah kanan, pas banget di sebuah gang buntu…

aku seketika terdiam ”apa maksudnya yaa, tanya diriku dalam hati?”
seolah dia tau maksud pertanyaanku, lalu dia menjawab ”dia nunggu kamu”.

aku jadi makin bingung, bayi bersayap itu mengarahkanku mendekatinya…
yaah, seorang wanita muda pakek kaca hitam duduk di sebuah bangunan sederhana, yang mungkin aja istana baginya..

aku seolah pernah melihatnya, bahkan sering…tapi dimana yaa??

bayi bersayap itu lalu menghilang begitu aja, tetapi ku tak menghiraukanya…
karna aku masih penasaran sama gadis ini,…siapa dia yaa??
kemudian gadis itu motong perkataan hatiku….:
“kamu kemana aja?”

pertanyaan itu seolah-olah menguatkanku bahwa aku pernah temuin dia…akupun jawab dengan pelan-pelan:
“apa kau mengenalku, pernahkah kita ketemu, apa maksud kata-katamu tadi?”gadis itu menjawab:
“benar saja kau tidak seperti dulu, aku mengingatmu dan kau malah lupa…itu mungkin terasa adil bagimu”

aku makin tidak mengerti…
”aku ini rara, teman baikmu sewaktu kau tidak seperti sekarang yang begitu beda…”

kemudian aku tajamkan memori ingatanku, yaah benar aja aku mengenalnya…bahkan aku sempat suka dengannya semasa SMP bahkan sampai saat ini..

”sekarang aku cacat, mataku buta…itu karena aku pengen mencarimu, aku sampai luka demi kamu, aku sampai sakit juga demi kamu..sampai aku tidak bisa lihat sendiri bagaimana diriku ini, tetapi kamu?? kamu saat itu kemana??”
aku langsung meneteskan air mata saat dia mengucapkan hal itu, aku gak merasa malu ataupun kasihan tetapi aku merasa bersalah…

aku lalu menjawabnya dengan rasa agak gelisah:
”aku juga cinta dan berusaha mencarimu….tetapi tidak kunjung aku temui, seolah ingin aku nyerah rara. Tetapi setelah ket kini mu kamu, aku janji akan ada, bukan hanya ada yang menerima dengan adanya kamu…”

inilah sisi baiknya dia yang belum pernah aku dapatkan pada wanita lain….dengan hebatnya dia nerima aku, bahkan dia maafin semua kesalahanku dan ia ingin aku janji tak akan ninggalin dia lagi..

seakan pengen menebus kesalahanku yang dulu, akupun pengen sepertinya…ku keluarkan pulpen dari tasku dan ku tusukan tepat ke arah kedua bola mataku…terasa sakit..perih…

dan pandanganku sedikit demi sedikit mulai kabur, tidak lama kemudian jadi gelap tidak bercahaya…

beda dengan penglihatan menit-menit sebelumnya..
aku tidak ingin menjerit, tidak ingin nangis. karena aku tidak pengen dia tau. biar waktu yang mengizinkan ia untuk tahu…

tanpa tau betapa banyaknya darah yang telah mengalir di kedua bola mataku….
mungkin bagiku itu merupakan sebuah simbol bahwa aku sangat tulus mencintainya..
betapa sangat behagianya aku, walaupun dengan cara yang lumayan sakit. rasa bersalahku seakan berlahan mulai menghilang..

sekarang kita sama, kita saling cinta serta saling buta. tetapi cinta kita dapat melihat, hati kita yang akan meneranginya, rasa sayang kita yg  bakal menuntunnya….

Aku berharap ini merupakan awal dari kisah cinta kita…

Pas di hari sabtu, bayi itu datang padaku….entah dengan keajaiban apa aku benar-benar dapat melihatnya tersenyum,…

akupun segera tersenyum balik padanya, serta mengucapkan kalimat terimakasih sudah membantuku, cari cinta yang aku kagumi…
satu bulan berlalu, bayi bersayap itu tidak kunjung datang padaku, mungkin ia sudah bahagia dengan keluarganya, begitu pula dengan aku dan keluarga baruku…

Cinta Patok Tenda

Oleh : Nisa Huda

Sekarang adalah hari ke-3 aktivitas Perkemahan Saka Wirakartika (PERTIWIKA) yang dilakukan di Bumper Candra Birawa Karanggeneng. Peserta tiba dari berbagai wilayah yang ada di Jateng serta DIY. Kodim Salatiga juga mengirim dua kontingen yaitu kontingen Kota Salatiga serta kontingen Kabupaten Semarang yang diwakili oleh aku dan teman-teman.

Pada pukul 18.45 aku serta Efendi pergi ke lapangan utama demi ikut kegiatan anjangsana malam ini. Semua perwakilan dari masing-masing kontingen juga telah kumpu dilapangan. Pukul 19.00 tepat terdapat kakak panitia yang lagi merapikan barisan kami. Kami semua kemudian diajak keliling-keliling bumi perkemahan dan dikenalkan dengan Lurah Putra, Lurah Putri, serta Camat pada kegiatan Pertiwika. Setelah selesai keliling, kemudian kami diminta untuk kenalan satu sama lain serta meminta nomor handphone. Setelah kegiatan selesai lalu kami boleh kembali ke tenda masing-masing. Saat akan kembali ke tenda, ternyata ada seseorang yang panggil aku dari belakang.

“selamat malam kakak” ujar orang itu.
“selamat malam juga” jawabku
“boleh kenalan kah kak, soalnya tadi belum sempat kenalan sama kakak. Nama kakak siapa ya?”
“kalo namaku Fira, kalo nama kakak?”
“kalo namaku Fadhil kak, kakak dari kontingen mana yaa?”
“aku dari kontingen Kabupaten Semarang, kakak kontingen mana?”
“wah kita tetanggaan dong ya, aku dari Kota Semarang kak, boleh minta nomor handphone kah?”
“boleh dong kak 085456782341, ya udah yaa aku balik tenda dulu ya kak”
“makasih kakak.. selamat malam dan selamat beristirahat”

Besoknya aku dapat giliran buat jaga tenda, saat aku lagi bersih-bersih tenda tiba-tiba hpku berbunyi dan ku lihat ada sebuah pesan singkat dari nomer yang gak aku kenali. Pesan itu aku biarin aja, tetapi karena gak dapat respon dari ku nomer itu ternyata terus kirim pesan singkat padaku. Karna jengkel dengan pesan yg selalu datang akhirnya akupun balas pesan itu. Sekarang aku tahu siapa pengirim pesan itu, dia ternyata orang terakhir yang tadi malam minta nomerku pada saat kegiatan anjangsana. Setelah aku tahu itu nomer dari kak Fadhil kontingen Kota Semarang, lalu hp aku simpan lagi dan aku lanjut beres-beres tenda. Hari ini aktivitas tak begitu padat karena hari ini merupakan hari terakhir kegiatan dan esok habis upacara penutupan kami akan pulang ke daerah masing-masing.

Kegiatan siang ini yaitu relly yang menjadi puncak dari aktivitas perkemahan selama empat hari yang lalu, karena dalam relly ini selain jalan jauh dalam perjalanan tersebut juga terdapat pos-pos buat nguji materi yang sudah diberikan. Dalam perjalanan kami tak lupa nyanyikan yel-yel berulang-ulang dengan tegas yang bakal kasi tanda bahwa kami masih semangat mengikuti kegiatan ini meskipun badan kami udah capek. Satu persatu pos bisa kami jalani dengan cukup baik, mulai dari penanggulangan bencana, navigasi darat, pioneering, survival, sampai pos terakhir yaitu mounteneering. Kemudian dari pos mounteneering kami lanjutin perjalanan untuk kembali ke bumper, sesampainya di bumi perkemahan kami bersih-bersih diri dulu dan istirahat sebelum ikut acara caraka malam atau upacara api unggun.

Pada caraka malam ini selain penyalaan api unggun juga digelar dangdutan biar rasa penat hilang setelah berkemah selama  kurang lebih 4 hari. Pas acara dangdutan ada cowok yang ternyata nabrak aku sampai topiku jatuh, dia ambil topi itu, lalu memberikannya padaku.

“kak maaf ya nggak sengaja” ujar cowok yang menabrakku.
“iya kak gak papa kok” jawabku.
“eh kok kaya kenal suaranya yaa, nama kakak siapa?”
“nama aku Fira kak”
“eh kak Fira toh, ketemu lagi nih kak, aku Fadhil kak yang kemarin minta nomer handphone kakak waktu anjangsana”
“oalah kak Fadhil to, kirain siapa tadi”
“Fir ayo kesana yuk udah ditunggu temen-temen tadi tuh” ajak Dina yang saat itu lagi jalan bareng denganku.
“iya-iya Din. Yaudah yaa kak aku gabung sama temen-temenku dulu disana ya”
“iya kakak”

Saat aku udah gabung sama teman-temanku yang lain, kok aku rasa ada orang yang selalu perhatikan aku ya, benar aja kak Fadhil lagi memperhatikanku dari jauh dan saat pandangan kami lagi bertemu dia langsung senyum kepadaku. Tapi aku tidak terlalu menghiraukan hal itu karena aku lagi nikmatin malam terakhir ini sama teman-teman aku. Kami isi malam terakhir ini dengan bernyanyi, menari sambil bercanda bersama. Tidak lupa setelah acara dangdutan ini selesai, kami lalu keliling ke tenda-tenda kontingen lainnya buat ucapin salam perpisahan.

Waktu nunjukin pukul 07.00 dan tiba saatnya kami ikut upacara penutup sekalian pengumuman pemenang lomba. Upacara penutupan ini berjalan dengan lancar serta khitmat. Sekarang tibalah saatnya pengumuman pemenang lomba.

“juara satu lomba relly Saka Wirakartika se-Jateng dan DIY diraih oleh kontingen dari……. Kabupaten Semarang. Silahkan salah satu perwakilan maju untuk terima piala”.

Kemudian Satria sebagai ketua kontingen maju buat terima piala tersebut.

“Fir apa beneran kita yang menang nih?” ujar Eka belum percaya
“iya kontingen kita yang menang juara satu relly saka” jawabku
“gak nyangka ya kita bisa menang, padahal kita ikut perkemahan ini juga seadanya” kata Rahma
“alhamdulillah itu berkat usaha kita bersama” jawab Lintang

Kami semua bahagia dengan hasil usaha kita yang ternyata tak sia-sia. Sesampainya di Koramil Ungaran akhirnya kami langsung rayakan kemenangan kami.

Seminggu pasca pulang kemah kak Fadhil kembali hubungin aku. Dia tanya-tanya banyak hal tentangku dan begitupun sebaliknya. Semenjak hari itu aku jadi makin dekat dengannya, aku rasa nyaman banget. Beberapa bulan kemudian dia ngajak aku ketemuan, dan dia bilang akan jemput aku di rumah. setibanya dirumah kak Fadhil ijin sama orangtuaku buat mengajakku jalan. Setelah dapat ijin, kak Fadhil ngajak aku ke suatu tempat yang lumayan romatis. Tidak aku sangka disana dia nyatakan perasaannya padaku serta memintaku untuk jadi pacarnya. Dia juga kasi aku seikat bunga mawar merah. Aku merasa meleleh dengan kejutan yang ia berikan, serta aku berikan dia jawaban iya yang artinya aku mau jadi pacarnya.

“kamu beneran mau jadi pacarku?”
“iya dong kakak aku mau”
“yeeee makasih yaa sayangkuh”
“iya kak sama sama yaa”
“sekarang jangan panggil kakak dong, kan dah jadi pacarku hihihi”
“iya deh kak, ehhh salah maksudku sayang hehe”

Dan hubungan kami pun berjalan dengan cukup baik, tiap malam minggu kak Fadhil selalu nyempetin waktu untuk mampir ke rumahku. Dia juga selalu bawakan bunga mawar merah buat aku. Tidak terasa hubungan kami udah beranjak 6 bulan serta dari bulan ke bulan kami rasa makin sayang satu sama lain.

Hari ini sepulang sekolah aku ngajak Rahma pergi ke gramed. Disana tidak sengaja aku lihat Fadhil dengan seseorang perempuan, kemudian aku coba buat hubungin dia.

“kamu sedang ada dimana?” tanyaku
“aku lagi pergi ama temen nih, kenapa?”
“emangnya pergi kemana sih?”
“ke rumah temenku nih ngerjain tugas tadi, emang ada apa?”
“gak papa kok, soalnya tadi aku lihat orang yang mirip sama kamu, tapi mungkin aja salah orang”
“ya udah ya saying aku lanjutin buat tugas dulu yaa”
“iyaa kakak”

Dalam hatiku pun berkata “sekarang kamu berani bohong sama aku yaa kak dan sebenarnya siapa sih perempuan itu?” Karna udah malas, akhirnya akupun ngajak Rahma pulang walau kami belum jadi beli buku. Rahma seperti bingung tetapi dia tak tanya padaku dan langsung mengiyakan aja permintaanku.

Sehabis kejadian itu Fadhil jadi jarang memberiku kabar, dia juga tak dateng ke rumahku. Aku jadi merasakan ada perubahan yang cukup besar darinya. Akupun berpikir mungkinkah perempuan yg beberapa waktu lalu aku lihat bersamanya adalah pacar barunya? Apa kak Fadhil udah gak sayang lagi sama aku?. Tiap hari pertanyaan itu muncul dipikiranku dan itu sangat-sangat ganggu kegiatanku sehari-hari.

“maaf ya sayang malam ini aku gak datang ke rumah, kebetulan aku ada janji sama temen-temenku”
“teman apa teman? Palingan kamu juga main sama cewek lain kan”
“kamu lagi ngomong apaan sih? Cewek yang mana? Ya terserah kamu sih mau percaya apa gak”
“yaa udah lah ya kalo kagak mau jujur”

Akhirnya malam minggu ini aku jalani hanya dengan diam merenung di kamar karena Fadhil tak datang ke rumah. Saat aku lagi dengerin musik tiba-tiba ada yang ketuk pintu kamarku. Aku pun buka pintu dan ternyata yang datang itu adalah kak Fadhil. Dia datang sambil bawa kue, bunga, serta kado.

“happy birthday to my dear”

“loh kok kamu bisa ada disini? Katanya tadi kamu ada janji ama teman, eh bukan temen deng tapi cewek barunya kamu itu loh” kataku sinis

“emang gak boleh yaa kalo aku ke sini? Cewekku itu kan kamu sayang”
“gak usah bohong deh kamu”
“aku gak ada bohong loh serius deh”
“lalu kalo kamu kagak bohong kenapa kemaren kamu gak jujur waktu aku tanya kamu itu lagi ada dimana? pas itu aku lihat kamu lagi sama seorang wanita di gramedia tetapi kamu bilangnya kamu lagi ada di..” jari telunjuk Fadhil mendadak di tempelkan di bibirku serta langsung potong pembicaraanku
“ssssttt ditinggal beberapa hari aja kok yaa jadi cerewet banget kamu yaa hehehe. Dengerin dulu dong penjelasan aku yaa, waktu itu tuh aku pergi sama Tasya, nah dia itu saudara sepupuku aku, aku minta dia buat bantu pilihin kado yang cocok buat kamu. Aku emang sengaja boong soalnya aku pengen ngasih surprise sama kamu sayang”
“tapi kenapa kamu gak bilang ama aku sih”
“namanya juga pengen ngasih kejutan, kalo aku bicara jujur ya bukan kejutan dong namanya. Aku minta maaf yaa udah bohong sama kamu sayang, jangan marah lagi ya hehehe”
“iya aku maafin deh, aku juga minta maaf karna udah salah paham sama kamu sayang”
“iya sayangku, aku sayang sama kamu”
“aku juga sayang sama kamu”
“ayoo dibuka dong kadonya”

Setelah di buka ternyata kotak kado dari Fadhil berisi sebuah kalung serta boneka. Kemudian Fadhil pun segera pasang kalung itu di leherku.

“makasih ya sayangkuh, aku suka banget kadonya”
“beneran suka kadonya doang nih? Kalo sama orangnya suka gak hehe?”
“hehe suka dong”
“nah sekarang coba deh perut bonekanya kamu pencet”
saat aku pencet boneka itu lalu berbunyi “haii Fira aku sayang kamu”.
“aku juga sayang sama kamu Fadhil. Makasih yaa aku serius seneng banget deh”
“iya sama-sama sayang”

Itulah beberapa contoh cerpen cinta. Berikut contoh cerpen yang tak kalah menarik yaitu contoh cerpen horor.

Cerpen Remaja Horor

Suatu cerita yang sangat laris saat dijadikan cerpen yaitu cerita horor yang di dalamnya ada kisah remaja juga. Bahkan kisah horor dari cerpen tidak akan terasa menakutkan karena terselih kisah ringan remaja. Berikut ini contoh cerpen horor yang bisa dijadikan referensi membaca, selamat menikmati yaa

 Cerpen Horor

Indigo Juga Manusia

Saat duduk diam ada seorang remaja putri di bangku belakang yang paling ujung. Semua itu karna dirinya emang berbeda dan masih banyak orang yang tak terima perbedaan itu. Lea sedang berusaha agar tak mempedulikan tatapan teman-temannya yang sedang menatapnya aneh.

“Alea Pramanda”

Lea pun berdiri “Saya ibu” ucap Lea.

Seketika kelas pun jadi gaduh serta menatap Lea dengan penuh rasa kebingungan.

Mata tajam yang sangat dingin pun langsung memandangi Lea dari bangku pahlawan tanpa tanda jasa “Anak baik, dipanggil ibu yaa harusnya jawab ya” ucap wanita itu sebelum pada akhirnya matanya memelotot dan seketika darah mulai mengalir dari mulutnya.

“Lea duduk” ujar seorang guru yang baru aja buka pintu.

Tetapi terlambat, teman Lea yang ada di depan saat ini tiba-tiba sudah kejang-kejang. Akhirnya perlahan tapi pasti semua murid pun berteriak histeris serta hanya menyisakan Lea dan guru yang baru saja datang.

Lea pun ketakutan tapi guru tersebut berusaha menenangkannya “Lea tak apa, ibu di sini, kamu bisa bantu teman-temanmu kah? Sekali ini aja Lea tolonglah”

Sebenarnya Lea tak mau untuk tolong mereka, beberapa minggu yang lalu Lea hampir aja dikeluarkan dari sekolah karna mereka tiba-tiba berdemo dan pengen Lea pergi dari sekolah.

Lea tak pernah minta untuk berbeda, Lea cuman pengen mereka tahu aja bahwa walaupun Lea seorang indigo, tapi Lea tetaplah manusia.

Langkah Lea yang seketika menyelinap menuju kerumunan teman-temannya yang lagi menjerit-jerit. Lea pun segera menghentikan langkahnya pas pada sesosok makhluk yang selalu di benci Lea, sesosok makhluk yang tak tahu tempat serta hanya menyusahkan Lea.

“Pergi kamu!!!!” ucap Lea saat ada pas di depan makhluk yang bisa menimbulkan kegaduhan satu sekolah.

Tenaga Lea berasa terserap serta tubuhnya benar-benar lemas, pada akhirnya Lea pun jatuh pingsan tak sadarkan diri karena kelelahan.

Lea kadang sering berharap matanya tak terbuka lagi jika hanya untuk ngeliat mereka yang tak sama dengannya. Rasanya udah sangat lelah. Tetapi kenyataanya Tuhan masih berikan Lea umur yang panjang.

Hanya saja yang berbeda saat ini adalah saat buka mata ada beberapa teman di kelasnya yang telah menunggu Lea sadar serta langsung mengucapkan terima kasih. Hati Lea pun terasa sangat hangat serta isak tangis tidak lagi tertahankan.

Itulah beberapa contoh cerpen remaja yang populer serta begitu banyak peminatnya. Semua cerpen tentu aja punya pesan yang tersirat di dalamnya, semuanya tergantung bagaimana pembaca tersebut mengartikannya.

Semua itu karna penulis cerpen sekarang pintar dalam mengaduk perasaan serta menyelipkan pesan dalam sebuah cerpen tersebut. Bahkan meskipun itu sebuah cerpen horor sekalipun. Semoga contoh cerpen singkat diatas dapat bermanfaat.

Komentarmu.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *