Contoh Teks Editorial Tentang Lingkungan, Pendidikan Terbaru Lengkap dengan Strukturnya

ucapan teks editorial

Contoh Teks Editorial – Tidak banyak orang yang familiar dengan istilah teks editorial, namun tidak sedikit juga yang sering membaca bahkan menulis teks editorial. Selain itu banyak juga yang secara tidak sengaja telah membaca teks editorial walaupun tidak mengetahui jenis teks yang sedang mereka baca tersebut adalah teks editorial. Teks editorial sebenarnya merupakan sebuah teks opini tentang sebuah kejadian atau fenomena yang sedang dibahas atau ­trend  di lingkungan masyarakat. Teks ini sering juga ditemukan di dalam tajuk rencana dalam sebuah surat kabar. Tujuan dari teks editorial sebenarnya adalah mempengaruhi pembaca tentang sebuah kejadian atau fenomena dari sudut pandang sang penulis.

BACA JUGA: Contoh Penulisan Daftar Referensi dalam Tugas Anda

Bacaan Lainnya

Secara sederhana teks editorial terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama disebut dengan Pernyataan (Tesis), biasanya pada bagian ini penulis membuat sebuah pernyataan berdasarkan opini pribadi penulis terkait fakta yang terjadi di lapangan. Beberapa fakta disisipkan pada bagian ini untuk kemudian diberikan argumen pada bagian kedua yang disebut bagian Argumentasi. Pada bagian ketiga yaitu Reiterasi merupakan sebuah bagian dimana argumen-argumen sebelumnya yang sudah dijelaskan ditegaskan kembali. Nah untuk lebih mudah dalam memahami teks editorial berikut kami berikan berbagai contoh teks editorial dalam berbagai tema serta contoh teks editorial beserta dengan strukturnya. Semoga contoh teks editorial di bawah ini dapat membantu kalian dalam memahami apa itu teks editorial. Simak contoh teks editorial di bawah ini.

Contoh Teks Editorial

Berikut ini adalah contoh teks editorial terbaru tentang COVID-19. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Pahlawan Kemanusiaan Yang Berguguran

Angka kematian tenaga medis yang menangani COVID-19 semakin hari semakin bertambah. Pekerjaan sebagai tenaga medis menuntut mereka meninggalkan kepentingan pribadi demi sebuah pengabdian pada bangsa dan negara. Jumlah kematian yang tinggi juga sangat erat kaitannya dengan bagaimana kebijakan pemerintah serta tingkat kepatuhan dari warga negara Indonesia perihal penerpan protokol kesehatan. Dilansir dari data yang dicatat oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 136 dokter dinyatakan meninggal karena COVID-19 per 15 Oktober 2020. Jumlah tersebut tersebar di seluruh dokter mulai dari dokter umum, dokter spesialis, serta dokter residen. Selain itu tenaga medis lainnya selain dokter per tanggal 15 November 2020 sudah terhitung sejumlah 323 orang meninggal dunia karena COVID-19. Ini tentu merupakan sebuah kehilangan yang sungguh sangat disesalkan mengingat tenaga medis adalah aset dari sebuah negara dan peran pentingnya pada kelangsungan kesehatan sebuah negara.

Banyaknya jumlah tenaga medis yang berguguran tentu sangat berpengaruh pada penanganan kinerja pandemi. Tentu saja kehilangan angka-angka tersebut tidak bisa diganti begitu saja bahkan dengan keluarganya sendiri. Tingginya angka kematian tenaga medis baik dokter serta non-dokter menjadi cermin bahwa pemerintah belum maksimal dalam membuat kebijakan. Di sisi lain masyarakat juga dipertanyakan tingkat kepatuhannya terhadap protokol kesehatan sehingga tidak memberikan beban tambahan pada tenaga medis yang telah berjuang dalam menangani pasien-pasien sebelumnya. Pemerintah sudah saatnya melakukan pengkajian kembali terhadap faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian ini dikaitkan dengan kebijakan yang mereka buat dan strategi-strategi yang mereka rancang untuk menangani pandemi. Lebih lanjut, masyarakat juga hendaknya meningkatkan kepedulian mereka terhadap perjuangan tenaga medis dengan selalu taat dalam mengikuti dan melakukan protokol kesehaan sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi beban tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.

Contoh Teks Editorial Singkat

Berikut ini adalah contoh teks editorial singkat. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Berdemorkrasi dengan Internet

Dilansir dari beberapa media cetak dan elektronik, hingga hari ini sudah ada sekitar 1 juta lebih pengguna Facebook yang tergabung dalam sebuah komunitas untuk menentang kepolisian atas penangkapan pimpinan KPK yaitu Candra Hamzah dan Bibit Samad. Dukungan tersebut muncul lantaran kepolisian menahan kedua pimpinan lembaga anti rasuah tersebut dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang. Jauh sebelumnya, dukungan khalayak dunia maya seperti ini juga pernah muncul dikala Prita Mulyasari berurusan dengan rumah sakit dan mengirimkan keberatannya ke email teman-temannya dan berujung pada penahanan dirinya. Hal seperti ini sudah semakin sering terdengar seiiring kemajuan teknologi serta meleknya literasi penggunaan internet dalam mempengaruhi orang banyak.

Seorang pakar ilmu teknologi yaitu Julianne Schultz menjelaskan dalam Universal Suffrage bahwa saat ini kombinasi teknologi dan demokrasi memberikan sebuah ruang atau kapasitas untuk mereka yang tergabung di dalamnya ikut serta dalam demokrasi secara virtual melalui wujud gerekan-gerakan mempengaruhi tertentu. Kehadiran internet serta seluruh komponennya membentuk sebuah ruang-ruang virtual tertentu yang membuat satu dan beberapa orang lainnya tergabung dan membentuk sebuah komunitas untuk berdemokrasi. Ruang publik yang biasa ditemukan di dunia nyata seperti lingkungan masyarakat, tempat makan, sudut balai kota, yang biasa dijadikan sebagai tempat berkumpul dan “berdemokrasi” sekarang berpindah ke dalam sebuah media yang bernama internet. Dimana bahkan dapat mempertemukan mereka dengan orang-orang lebih luas dan tanpa batas. Ini tentu menjadi keunggulan internet dalam menggaet massa yang lebih banyak bahkan dengan cara yang bisa dibilang tidak kasat mata.

Selain itu ruang-ruang di internet ini juga membentuk banyak kumpulan orang-orang yang dengan mudah dipengaruhi. Provokasi dengan wacana-wacana dan fakta-fakta di lapangan membuah masyarakat dunia maya mudah terpengaruh. Sehingga dapat dikatakan bahwa demokrasi dengan internet sangat mudah. Namun di sisi lain juga sungguh membahayakan dikala misinformasi banyak berkembang dan menyebabkan internet menjadi ruang – ruang berhaya dan penuh boomerang. Di Indonesia sendiri, penghentian birokrasi zaman Order Baru sedikit tidaknya juga dibantu dengan adanya gelombang internet. Meski tahun 1998, Internet tidak secanggih hari ini. Namun kala itu gelombang internet setidaknya ikut serta merta dalam andil berdemokrasi di Indonesia.

Dalam beberapa waktu belakangan, berdemokrasi di dunia maya semakin mudah dan semakin memunculkan keriuhan layaknya bagaimana demorkrasi dunia nyata berlangsung. Di satu sisi hal ini dapat menjadi hal positif dalam meningkatkan tingkat partisipasi. Namun dalam hal lain, ada sebuah ancaman besar ketika banyak oknum menjadikan ini lahan untuk memetik keuntungan baik secara material maupun moral. Tidak ada yang mampu mengontrol internet saat ini, kecuali individu-individu itu sendiri. Maka dari itu literasi sangat penting untuk membimbing sehingga kelask berdemokrasi menjadi lebih aman dan tanpa ada ancaman-ancaman tertentu.

Contoh Teks Editorial Di Koran

Berikut ini adalah contoh teks editorial di koran. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Seberapa Efektif Anggaran Covid-19 RI?

Apakah anggaran Indonesia untuk penanganan COVI-19 sudah bisa dikatakan cukup? Namun kenyataanya, melihat beberapa lain bahkan negara tetangga, anggaran dana untuk penanganan COVID-19 di Indonesia masih terbilang jauh lebih kecil. Apakah ini bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi? Bila menilik negara raksasa ekonomi dunia yaitu China, China menganggarkan 16 miliar dollar AS, diikuti Jepang 47 miliar dollar AS, Korea Selatan 9.9 miliardillar AS, dan Singapura 4.06 miliar AS untuk meredam dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang muncul akibat pandemi COVID-19. Kemudian, bagaimana dengan Indonesia? Dengan wilayah demografis yang sangat luas dan berbagai variabel-variabel di dalamnya, Indonesia hanya menganggarkan 700 juta dollar AS. Dapat dilihat, jika dibandingkan negara-negara diatas, sungguh sangat kecil. Hal ini diperparah dengan rendahnya serapan anggaran oleh pemerintah daerah tentu menyebabkan perlambatan sosial dan ekonomi terjadi di masyarakat. Maka dari itu, Kementrian serta Presiden mengeluarkan surat perintah untuk segera memaksimalkan penyerapan dana di tingkat provinsi dan kabupaten sesuai dengan kebutuhan dan keperluan masayarakat guna meredam dampak ekonomi dan sosial dari pandemi ini.

Penyerapan dana yang tidak efektif dan kemudian diperparah dengan adanya penyalahgunaan dana berupa korupsi, serta lambatnya sistem di pemerintahan tentu sangat menghambat penanganan pandemi. Belum lagi permasalahan pilkada yang bisa saja memanfaatkan anggaran tersebut. Hal ini tentu sangat memberikan dampak yang parah pada laju pertumbuhan ekonmi di tingkat bawah. Banyaknya usaha-usaha serta perkantoran yang tutup, tentu menimbulkan masalah sosial ekonomi yang berujung pada turunnya daya beli masayarakat yang kemudian berpengaruh secara menyeluruh. Perputaran roda ekonomi semakin lambat, belum lagi digunakan sebagai kesempatan untuk meraup keuntungan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempermainkan harga barang-barang kebutuhan pokok masayarakat.

Khususnya di bagian kesehatan, jumlah dana yang minim tersebut harusnya diserap maksimal dengan menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan yang memadai baik untuk tenaga medis serta masyarakat. Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan tes atau screening  dengan mudah tentu sangat membantu operasional mereka dalam kehidupan sehari-hari. Alokasi dana individu akan semakin baik sehingga dampak ekonomi dapat diredam karena daya beli setidaknya tumbuh. Karena alokasi untuk urusan kesehatan mampu ditangani pemerintah. Namun kenyataanya, banyak test mandiri, masyarakat umum susah mendapatkan test jalur umum yang sewajarnya disediakan secara gratis untuk pemerintah melalui anggaran-anggarannya.

Keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi dipertanyakan. Selain jumlah anggaran yan minim dan rendahnya penyerapan di daerah menjadi pertanyaan besar kemana anggaran tersebut dibawa. Mempersulit masayarakat sama halnya mempersulit kemajuan dari penanganan pandemi. Kebijakan pemerintah diuji dengan sistem-sistem yang telah mereka rancang. Mampukah pandemi ini diatasi dengan segera?

Contoh Teks Editorial Terbaru

Berikut ini adalah contoh teks editorial terbaru tentang COVID-19. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Vaksin yang Tergesa-Gesa

Sebagai sumber informasi paling akurat dan terpercaya, pemerintah melalui satuan tugas penanganan pandemi COVID – 19 harusnya melakukan kordinasi yang baik dengan peneliti baik di dalam maupun di luar negeri. Pemerintah sempat memberikan janji bahwa vaksinasi akan siap dilaksanakan bulan November 2020. Namun pada kenyataanya penelitian terhadap vaksin masih berjalan dan belum sampai tahap finalisasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga tidak memberika ijin penggunaan vaksin kareana semua proses perancangan vaksin masih dalam pengembangan dan uji coba, belum siap diberikan ke khalayak banyak. Ini tentu menjadi sebuah perdebatan di masyarakat. Informasi yang tumpang tindih membuat khalayak bingung dengan situasi yang sedang mereka hadapi. Kepanikan di masyarakat tentu harus dipahami oleh pemerintah bahwa sedikit misinformasi dapat berakibat fatal pada keadaan dan situasi di masayarakat dna yang paling parah adalah mindset mereka terhadap situasi pandemi dan bagaimana mereka merespon situasi ini. Pemerintah hendaknya memikirkan efek jangka panjang ini untuk kalangan bawah terlebih askses informasi sangat cepat dan menimbulkan respon yang sangat bervariasi. Ini juga menandakan bahwa tidak ada komunikasi dan koordinasi yang baik yang dilakukan antara pemerintah dengan para peneliti serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan vaksin tersebut. Ini juga menunjukan bahwa keseriusan pemerintah masih dipertanyakan.

Contoh Teks Editorial Beserta Struktur

Berikut ini adalah contoh teks editorial terbaru beserta strukturnya. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Semarak Kabinet Baru Jokowi

Pendahuluan

Setelah berhasil memenangkan pemilu presiden yang kedua, Jokowi kembali mengisi tahta nomor 1 di jagat nusantara ini. Unggul tipis dari penantangnya yaitu Prabowo dan Sandiaga Uni, Jokowi memantapkan posisi presiden untuk kedua bersama K.H. Maaruf Amin. Tentu ini bukan sebuah hal yang luar biasa mengingat citra Jokowi yang erat kaitannya dengan merakyat mampu menggaet hati rakyat Indonesia dan kembali menjadi orang paling dihormati di negeri merah putih tercinta ini. Namun begitu, polemik pemilihan kabinet kini menjadi sebuah sorotan pada Jokowi serta sang wakil karena dinilai syarat akan kepentingan. Masuknya oposisi yaitu Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan dan munculnya banyak nama jenderal TNI dan POLRI di kabinet Jokowi terbaru sontak membuat berbagai lapisan masyarakat kaget.

Argumentasi

Keberadaan Jenderal di  jajaran kabinet mungkin sudah tidak biasa lagi, mengingat beberapa presiden sendiri juga ada yang memiliki latar belakang angkatan, sebut saja Soeharto serta Susilo Bambang Yudhoyoo (SBY). Namun begitu kemunculan banyaknya mantan Jenderal berbintang di kabinet memunculkan sebuah opini yang mungkin terjadi. Opini tersebut tentu pemerintah akan menjadi berikap otoriter atau setidaknya anti kritik. Tentu ini tidak sejalan dengan asas bernegara yang mana Indonesia merupakan negara yang demokratis dan opini masayarakat sudah sewarjnya didengar dan mendapatkan tempat yang layak untuk dibawa ke ranah diskusi atau forum.

Jenderal Polisi Tito Karnavian adalah salah satu dari sekian jenderal yang masuk ke tatanan pemerintahan kabinet Jokowi baru. Masuknya Tito Karnavian tentu tidak hanya soal prestasi hebat di bidang kepolisian. Namun ada kepentingan-kepentingan pusat yang perlu daerah benar-benar berikan sehingga jenderal Polisi Tito dimasukan ke dalam Kementerian Dalam Negeri sehingga kepentingan-kepentingan pusat ke daerah bisa menjadi hal yang mudah untuk dilakukan terlebih riwayat dan rekam jejak beliau di kepolisisn sehingga mampu mengakomodir kepentingan ini.

Selain itu, Kepala Pusat Rumah Sakit Angkatan Darat, Mayor Jenderal Terawan juga masuk ke dalam kabinet Jokowi. Purn. Jenderal Fachrul Razi, Purn. Jenderal Moeldoko, serta Purn. Jenderal Luhut Binsar Panjaitan adalah mantan jenderal angkatan yang meramaikan kabinet Jokowi. Serta yang paling mencengangkan bagi seluruh masyarakat adalah masuknya Purn. Letjen Pabowo Subianto ke dalam koalisi Jokowi-Maaruf Amin. Ketua Umum Partai Gerindra yang notabene adalah partai oposisi serta rival dari Jokowi ada di dalam koalisi ini. Betapa tidak mencengangkan, publik seakan diombang-ambing. Inikah sebuah pemerintahan yang balance. Lalu siapa disini yang mengisi posisi oposisi? Bagaimana kemudian fungsi check and balance bisa berjalan dengan baik sedangkan oposisi masuk ke dalam pertahana. Sungguh-sungguh memprihatinkan bila melihat situasi seperti ini.

Di lain bidang, pemilik startup dekacorn Nadiem Makariem diberikan kepercayaan untuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ini banyak menjadi pertanyaan publik. Kesuksesan Nadiem dalam membangun Gojek tidak serta merta dapat mengurus permasalahan pendidikan yang semakin carut marut di Indonesia. Seharunya mereka yang sudah lama ada di bagian pendidikannlah hendak ditunjuk untuk posisi strategis ini. Namun beberapa pihak memberikan dukungan pada Nadiem karena dianggap sebagai terobosan baru guna membenahi pendidikan Indonesia. Namun begitu mari kita lihat hasil kerjanya, apakah sesuai dengan harapan Jokowi ataupun masyarakat seluruh Indonesia.

Reiterasi

Terlepas dari apapun keputusan Jokowi dan K.H. Maaruf Amin, sebagai warna negara yang baik tentu ikut menyukseskan program-program beliau. Namun apakah semua program tersebut tepat sasaran dan tepat guna. Apakah kritik masayarakat akan diterima? Sebagai negara yang demokratis pemerintah hendaknya akan selalu mendengar masukan dari masayarakat terlepas bagaimanapun orang kepercayaannya bekerja. Masalah di Indonesia sangat pelik baik sosial, ekonomi, dan lain sebagainya dan ini adalah tugas bersama untuk bersama memperbaiki Indonesia menjadi negara yang lebih maju.

Contoh Teks Editorial Beserta Strukturnya

Berikut ini adalah contoh teks editorial terbaru beserta strukturnya. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Terkuburnya Mimpi Anak Bangsa

Pendahuluan

Beredar kabar bahwa salah satu klub raksasa Inggris Arsenal tertarik dengan salah satu pemain timnas Indonesia U-19  yaitu Bagus Kahfi. Namun sayang, The Gunners, begitu julukannya tidak bisa mewujudkan mimpinya membawa Kahfi ke Emirates Stadium karena terbentur dengan aturan federasi. Federasi sepak bola setempat tidak memberikan izin pada klub manapun untuk merekrut pemain dari negara di bawah peringkat 70 berdasarkan data dari federasi sepak bola dunia atau FIFA. Indonesia saat ini berada di urutan 173 yang sudah tentu tidak bisa memberangkatkan Kahfi ke Arsenal. Membuat peringkat Indonesia menjadi peringkat 70 tentu bukan hal yang bisa dilakukan semalam. Sungguh ini sangat disayangkan karena terjadi pada banyak talenta muda Indonesia selain Bagus Kahfi.

Argumentasi

Melorotnya ranking Indonesia di dalam daftar FIFA tentu bukan sebuah masalah sepele. Ini adalah masalah besar terkait masa depan cabang olah raga paling bergensi di muka bumi ini. Bila kembali melihat ke belakang melorotnya ranking Indonesia di dalam kancah persepakbolaan dunia tidak lepas dari carut marut masalah internal dari federasi sepak bola. Regulasi-regulasi yang ada di dalamnya termasuk oknum-oknum yang selama ini memanfaatkan federasi sebagai lahan untuk memperkaya diri dengan menggunakan kekuasaan yang mereka miliki. Tidak bisa terhitung lagi berapa banyak pejabat asosiasi sepak bola yang tertangkap KPK dan kepolisian terlibat dalam kasus suap serta kasus pengaturan skor pertandingan. Ini tentu hal yang sangat menyayat hati para pecinta sepak bola tanah air.

Akhir tahun 2019, Asosiasi Sepak Bola paling tinggi se-jagat Indonesia yaitu PSSI memilih Mochamad Iriawan atau Iwan Bule menjadi Ketua PSSI periode 2019-2023 dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Jakarta. Iwan menang dengan mudah atau suaras bulat. Mantan Perwira Tinggi Kepolisian RI tersebut berhasil meraup 82 suara  dari 85 pemilih. Tentu sebuah kemenangan yang mudah dan mutlak. Namun apakah Iwan Bule sudah siap membawa PSSI lebih baik dan membantu memperbaiki carut marut polemik sepak bola Indonesia?

Sebagai mantan Perwira Tinggi Polri, tentu Iwan memiliki rekam jejak yang bagus sehingga mampu menjabat sebagai Kapolda NTB, Kapolda Metro Jaya, dan bahkan sempat menjadi Plt atau Pelaksana Tugas Gubernur Jawa Barat. Di dalam dunia sepak bola ia juga tercatat sebagai Penasehat tim andalan Jawa Barat yaitu PERSIB Bandung dan sempat mengirimkan beberapa pemain dalam pelatihan sepak bola di Spanyol. Landasan ini ternyata menjadikan Iwan Bule mudah memenangkan pemilihan ketua federasi sepak bola Indonesia. Sebagai ketua PSSI yang berlatar belakang angkatan tentu Iwan Bule memiliki integritas untuk bersikap jujur dan transparan sehingga sewajarnya tidak akan ada wujud-wujud korupsi, suap, atau bahkan pengaturan pertandingan di laga-laga mendatang. Kesaktian Iwasn Bule diuji, meski sanggup menjadi Kepala Polisi di beberapa daerah strategis, posisi PSSI yang begitu mempersona dan begitu menggiurkan tentu akan menjadi tantangan yang berat bagi Iwan Bule. Belum lagi perihal masalah mafia bola yang sampai saat ini tidak bisa ditemukan akar-akar permasalahannya.

Reiterasi

Lebih dari itu, peringkat Indonesia di mata dunia serta nasib-nasib Garuda muda seperti misalnya Bagus Kafhi tentu adalah masalah utama yang harus segera diselesaikan Iwan Bule. Mengingat sepak bola adalah cabang olah raga paling bergengsi dan paling diminati masyarakat Indonesia, mampukah Iwan Bule menjadi pahlawan di tengah carut-marutnya sepak bola tanah air? Mari semua mengawal PSSI dan membantu PSSI untuk bisa menjadi lembaga yang bisa membantu dan memfasilitasi talenda muda nusantara sehingga meeka bisa membawa burung Garuda terbang kembali ke langit eropa, bahkan dunia.

Contoh Teks Editorial Tentang Lingkungan

Berikut ini adalah contoh teks editorial terbaru tentang lingkungan. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Banjir adalah Masalah Nasional

Selain terkenal akan pesona alam dan budayanya yang indah, Indonesia kini mendapat julukan baru. Negara banjir begitu kiranya untuk mendeskripsikan Indonesia saat ini. Ini tidka bisa dipungkiri melihat fakta yang terjadi di lapangan belakangan ini bahwa hampir seluruh wilayah di Indonesia dilanda banjir. Jakarta tidak asing lagi dengan istilah banjir, bagian pulau jawa lainnya, pulau Sumatra, Bali, dan paling baru dan paling parah adalah Kalimantan. Sungguh ini bukan masalah sepele melihat korban jiwa dan tentunya kerugian yang dialami saat peristiwa banjir ini melanda.

Perlu diingat bahwa banjir tidak semena-mena merupakan bencana alam karena tingginya curah hujan. Namun manusia Indonesia baik pemerintah dan masyarakat perlu sadar bahwa sampah adalah masalah utama dari adanya banjir-banjir di setiap sudut wilayah Indonesia. Tak bisa pemerintah menyalahkan curah hujan yang tinggi, tak bisa juga pemerintah menyalahkan masyarakat, dan tentu tak bisa masyarakat menyalahkan pemerintah semata. Ini adalah salah kita semua. Banjir adalah masalah bersama, karena penyebab paling sering dari banjir adalah sampah yang mana manusialah yang membuat sampah itu ada dan jumlahnya tidak terkendali. Tidak cukup hanya sampai bayar uang sampah dan masalah sampah selesai. Sampah tidak bisa dibayar agar ia kelar dan tidak menyebabkan banjir. Sampah harus dikelola dengan baik baik di hulu maupun di hilir. Tidak cukup hanya sampai mengolah sampah yang ada di TPA. Gerakan zero waste sudah seharusnya menjadi solusi untuk mengelola sampah lebih dini di lingkungan rumah. Komitmen pemerintah dalam menangani banjir dapat dilihat dari seberapa serius pemerintah menangani sampah dengan kebijakannya. Selain itu masyarakat harus dibangunkan kesadarannya dan ditindak dengan tegas sehingga tak membuat masalah sampah menjadi dampak besar bagi lingkungan utamanya banjir.

Banjir hanya akan dapat dikendalikan ketika masalah sampah selesai. Ketika masalah sampah belum atau bahkan tidak selesai, selama itu banjir akan tetap ada. Terlepas dari tinggi rendahnya curah hujan. Sebesar apapun tanggul penahan banjir dibuat, tidak akan mempan bila curah hujan semakin tinggi ditambah cuaca ekstrem berhari-hari. Maka dari itu sampah adalah hulu dari munculnya banjir. Selain sampah, ada faktor yang tidak kalah serius seperti apa yang terjadi di Kalimantan. Hutan, penebangan hutan lindung penyerap air tentu juga penyebab yang sangat vital. Izin alih fungsi lahan sudah sewajarnya tidak hanya syarat administrasi belaka. Perhitungan kemungkinan bencana alam seharusnya sudah bisa dimitigasi terkait pentingnya peran hutan demi menyelamatkan lingkungan termasuk dari banjir. Pemerintah harusnya mampu memitigasi hal seperti ini sehingga tidak menyebabkan banjir bandang yang mana merugikan banyak harta bahkan korban jiwa. Sudah seharunya pemerintah Indonesia berkaca akan masalah ini, agar tak ada predikat negara banjir untuk Indonesia.

Ancaman Bahaya Lingkungan Indonesia

Berbagai kerusakan lingkungan di Indonesia belakangan ini membuat kekhawatiran banyak kalangan akan keadaaan lingkungan hidup di masa mendatang. Ketidaksanggupan pemerintah dalam membuat dan menjalankan regulasi serta tingginya tingkat pelanggar lingkungan di masayarakat merupakan sebab rusaknya lingkungan Indonesia. Tak perlu mencari banyak data dan merujuk surat kabar atau media elektronik. Kebakaran hutan pulau Sumatra dan Pekanbaru Riau pada tahun 2018, banjir di berbagai wilayah di Indonesia, Jakarta, beberapa daerah di Pulau Jawa, Bali, dan yang paling mengejutkan adalah awal tahun 2021 di Kalimantan. Kebakaran hutan dan banjir adalah 2 contoh nyata bagaimana rusaknya lingkungan di Indonesia. Tidak adanya keseriusan pemerintah dalam memitigasi bencana seperti ini dapat dilihat dari parahnya kerusakan lingkungan di Indonesia.

Kebakaran hutan adalah salah satu hal yang sangat disayangkan. Meski manusia bisa disebabkan oleh kondisi kemarau berkepanjangan. Namun ini tidak bisa dijauhkan dengan alih fungsi lahan yang sangat marak di Indonesia. Kalimantan sebagai daerah yang sangat potensial untuk perkebunan sawit sangat sering menjadi sasaran pembukaan lahan dengan cara termurah yaitu membakar hutan atau lahan. Biaya yang jauh lebih murah dari skedar memangkas hutan dan menggunakan alat berat untuk penggemburan tanah menjadi solusi utama pengusaha perkebunan. Pemerintah seharusnya bisa melarang hal ini dengan dibuatnya undang-undang pelarangan pembakaan hutan atau calon lahan perkebunan. Langkah yang sangat sederhana namun tentu sangat banyak penentang, khususnya kalangan pengusaha. Memang biaya ini sangat jauh lebih murah, namun apa yang terjadi. Lingkungan rusak, polusi udara dimana-mana, bahkan sempat sampai Singapura. Sungguh ini sangat memalukan betapa tidak mampunya pemerintah menangani permasalahan lingkungan akibat ulah manusia. Dengan dalih membuka lapangan pekerjaan baru, pembukaan lahan terus dilakukan tanpa melihat efek samping dari segi kelingkungan. Bila ini terus berlangsung, kesehatan udara di Indonesia akan semakin dipertanyakan.

Selain kebakaran hutan, banjir juga merupakan indikator bahwa lingkungan di sebagaian wilayah Indonesia sudah rusak. Selain penebangan hutan secara besar-besaran dan perilaku membuang sampah manusia yang semakin hari semakin memprihatinkan adalah penyebab yang paling utama. Meskipun semakin banyak tanggul-tanggul di bangun dan gorong-gorong diperbanyak, itu semua tidak akan berfungsi bila manusia tetap membuang sampah sembarangan.

Pemerintah sebagai regulator sudah seharusnya bertindak tegas pada seluruh komponen baik pengusaha dan masyarakat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang semakin parah tentu merupakan ancaman bagi ekosistem kehidupan di Indonesia.

Contoh Teks Editorial Pendidikan

Berikut ini adalah contoh teks editorial terbaru tentang pendidikan. Simak contoh teks editorial berikut ini.

Pendidikan dan Upaya Pemerintah untuk Kaum Guru

Pendidikan merupakan salah satu acuan penting dalam kemajuan bangsa karena sumber daya manusia sangat penting untuk kemajuan sebuag negara, termasuk Indonesia. Namun fakta yang berbeda menunjukan bahwa pendidikan di Indonesia masih kurang baik dilihat dari pelaksanaann serta hasil dari pendidikan itu sendiri.Dilansir dari Kompas, berdasarkan hasil penelitian sebuah program bernama Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 merilis sebuah data dimana nilai membaca, matematika, dan sains kompak turun. Bahkan di skor-skor tersebut di bawah rerata skor PISA. Hal ini tentu menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi semua lapisan pendidik.

Kejomplangan skor yang bahkan di bawah rerata PISA tentu sebuah pertanda bahwa ketimpangan pendidikan di daerah-daerah di Indonesia masih sangat besar. Siswa di daerah Jakarta bisa saja menjadi anak yang berprestasi dengan segala dukungan fasilitas dan segala jenis literatur yang mudah didapat. Disisi lain siswa-siswa di daerah lain yang jauh dengan perkotaan tentu memiliki akses yang terbatas terhadap fasilitas pendidikan terbarukan serta sumber literatur yang cukup. Bahkan seragam sekolah masih banyak menjadi masalah karena ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan pendidikan anak mereka.

Pemerintah hendaknya benar-benar peduli dengan keadaan pendidikan Indonesia. Tidak hanya cukup dengan mengubah kurikulum dan menghalalkan segala cara atas nama formalitas. Gerakan dan langkah nyata pemerintah membenahi pelosok nusantara dengan pendidikan yang lebih baik tentu sangat diharapkan bukan hanya janji-janji untuk memajukan sumber daya manusia Indonesia. Pemerintah hendaknya memperhatikan hal-hal yang sederhana mulai dari guru. Guru PNS mungkin sudah pada tataran aman baik dari segi finansial dan lain sebagainya, sehingga dia mampu secara maksimal dalam proses pembelajaran. Namun di berbagai daerag guru honorer dan guru kontrak masih sangat banyak ditemukan bahkan mengajar mata pelajaran yang tidak seharusnya mereka ajar. Ada banyak tunas-tunas guru yang kompeten untuk mengisi posisi-posisi guru yang memang dibutuhkan untuk kemajuan bangsa namun pemerintah selalu membatasi formasi guru.

Selain guru, sistem administrasi yang begitu syarat akan jumlah dokumen yang banyak tentu menjadi sebuah PR besar agar bagaimana sistem dipermudah untuk memaksimalkan guru dalam mengajar. Guru tidak hanya dipusingkan dengan administrasi namun fokus menyiapkan materi untuk membuat media pengajaran dan proses belajar lebih bermakna dan ini akan mulai memunculkan geliat kualitas pendidikan yang lebih baik. Mengapa demikian? Karena fokus guru tidak akan terpecah dalam urusan adminisrasi melainkan memaksimalkan proses belajar mengajar di dalam kelas.

Guru sebagai ujung tombak pendidikan Indonesia harusnya mendapatkan sebuah keistimewaan sehingga mampu menjadi ujung tombak yang benar-benar mengarah dan menancapkan tombaknya pada tujuan yang tepat. Sehingga pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik kedepannya.

Guru dan Orang Tua saling Melengkapi

Maraknya kasus kenakalan remaja belakangan ini tentu sangat mengkhawatirkan. Beberapa surat kabar dan media elektronik melaporkan bahwa kejahatan dan kriminalitas banyak dilakukan oleh mereka yang masih belia dan masih usia sekolah. Hal ini tentu merupakan sebuah tamparan keras bagi pendidikan di Indonesia. Bagaimana selama ini siswa-siswa dididik sehingga menjadi seperti itu dan menimbulkan kekacauan mental serta perilaku dan berujung pada kriminalitas.

Dalam hal ini guru tidak boleh dijadikan kambing hitam. Guru hanyalah ujung tombak yang tak bisa berbuat banyak. Ruang lingkupnya yang terbatas pada jam sekolah tentu tidak bisa memberikan pengawasan yang maksimal pada muridnya, terlebih saat berada di luar lingkungan sekolah. Meski guru telha mmeberikan ceramah, motivasi, serta dorongan yang mengarah ke hal-hal positif namun apa daya di rumah pergaulan siswa tidak terurus dan menyebabkan terjadinya kenakalan remaja di lingkungan masyarakat. Disini guru membutuhkan peranan orang tua untuk mampu memberikan perhatian khusus pada mereka yang memang harus mendapat perhatian khusus.

Orang tua tidak kalah penting kehadirannya di kalangan siswa-siswi apalagi yang masih belia dan labil. Namun tidak semua mampu menjadi orang tua yang benar-benar menjadi partner yang baik untuk menemani usia belia. Ketidakmampuan orang tua inilah terkadang menjadi salah satu penyebab dari timbulnya berbagai jenis kenakalan remaja yang belakangan kian meresahkan.

Menjadi orang tua yang baik tentu bukan sebuah perkara yang mudah. Beberapa anak merasa tidak menginginkan kehadiran sosok mereka dalam konteks tertentu dan kadang juga sangat membutuhkan orang tua mereka pada waktu-waktu tertentu. Maka dari itu orang tua disini hendaknya paham waktu bagaimana dan kapan perannya dibutuhkan. Bukan berarti peran orang tua tidak selamanya tidak dibutuhkan, namun sejauh mana orang tua mampu berperan untuk anaknya menjadi lebih baik. Pandangan seperti ini harus dipahami oleh orang tua sehingga sang anak mampu tumbuh berkembang dengan baik dan tentunya bisa terhindar dan menghindari hal-hal yang berbau kenakalan remaja bahkan hingga kasus kriminalitas.

Pengajaran Online vs. Tatap Muka Kelas

Kelas online tidak efektif di beberapa daerah, malah orang tua yang jadinya belajar bukan sang anak. Belum lagi permasalahan sinyal, kuota serta sarana telekomunikasi yang tidak semua siswa punya dan siap lakukan. Bagaimana sewajarnya pendidikan dilakukan di musim pandemi ini? Pemerintah mulai awal Maret 2020 meniadakan kelas tatap muka. Dalam beberapa bulan terakhir siswa belajar melalui tugas di rumah dengan arahan melalui grup Whatsapp yang dimpimpin oleh sang guru. Namun kemudian beberapa daerah zona hijau sempat melakukan kelas tatapmuka dengan protokol yang ketat serta jumlah siswa yang terbatas. Alhasil, sekarang kelas tatap muka kembali dilaksanakan, ulangan semester juga dilaksanakan secara online.

Sebagai orang tua siswa, tentu orang tua mendapatakan sebuah pekerjaan baru. Pekerjaan yang tidak semua orang tua bisa lakukan. Beberapa orangtua mungkin bisa melakukannya, namun tak memiliki waktu yang cukup karena disibukan dengan kegiatan atau pekerjaan yang memang harus dia kerjakan. Beberapa lainnya tidak bisa melakukannya dan tidak memiliki waktu untuk melakukannya. Nah apakah pemerintah sempat memikirkan hal seperti ini. Apakah pemerintah pernah mengkaji fakta ini di lapangan. Bahkan tidakkah ada kecurangan kala ulangan karena siswa hanya akan bisa saja memanipulasi ulangan temannya atau bahkan menyalin yang ada di buku ataubahkan apa yang di internet. Apakah guru bisa kemudian bisa menilai secara spesifik pada setiap siswa tentang perilaku dan sikapnya selama belajar? Ini sungguh merupaka tantangan yang sangat-sangat pelik bagi negara yang memiliki wilayah yang luas dan tersebar di ribuan pulau yang siswanya mengalami ksenjangan pada saat kondisi normal, bahkan bagaimana sekarang saat pandemi.

Kajian lebih awal terhadap kesiapan kelas online tentu sangat diperlukan dibanding hanya sekedar mengeluaran kuota gratis untuk semua siswa yang mana hasilnya belum kita dapat liat bersama. Apakah semua ini merata? Tentu tidak. Saat kondisi normal saja bayak sekolah daerah timur yang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak seperti apa yang siswa di wilayah bagaian barat dapatkan. Terlebih di situasi pandemi, saat untuk makan sudah menjadi susah bagi orang tua murid. Lalu bagaimana dengan sekolah dan hasilnya, yaitu kualitas siswanya.

Pendidikan untuk semua: Apakah sudah terealisasi?

Seperti yang kita ketahui bersama pemerintah mewajibkan pendidikan dengan slogan wajib belajar 9 tahun. Namun beberapa tokoh mendorong agar bisa 12 tahun. Lalu terlepas dari 9 atau 12 tahun, apakah kemudian ini terwujud untuk semua penduduk Indonesia?Melihat tingginya angka puus sekolah di beberapa daerah Indonesia ini merupakan sebuah cermin bahwa tidak ada kesanggupan dari orang tua watau wali dalam membantu mewujudkan program wajib belajar ini. Mereka sebagain besar terlilit masalah ekonomi dan masalah-masalah lainnya yang menyebabkan mereka mengambil jalan untuk putus sekolah. Ini tentu bukan kesalahan orang tua karena mereka sudah tidak sanggup lagi memberikan pembiayaan karena terbeli masalah ekonomi.

Lalu apakah hal tersebut salah pemerintah? Tidak juga, namun pemerintah harusnya mencarikan solusi sehingga program wajib bekajar yang sudah diteken oleh kementrian bisa dijalankan sebuai dengan nafasnya di lapangan. Melalui berbagai program pembiayaan, beasiswa, bantuan, dan lain sebagainya, sudah saatnya pemerintah benar-benar turun langsung untuk ikut merangkul mereka kaum yang putus sekolah. Banyak organisasi non pemerintah yang juga tergabung dalam organisasi filantropi yang sering belakangan membantu siswa untuk kembali ke sekolah. Kerja sama pemerintah dan lembaga swasta sudah seharusnya dijalan dengan erat, menggaet sebanyak-banyaknya donatur untuk membantu negara dalm mewujudkan program wajib belajar. Sehingga setidaknya program ini bukan hanya sekedar hitam diatas putih padahal ada banyak dari mereka  yang benar-benar membutuhkan, terlebih mereka yang berprestasi. Tentu ini sangat disayangkan.

Pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan sudah seharusnya membangun tim khusus untuk menegakkan program wajib belajar 9 tahun ini. Tidak hanya mengandalkan guru sebagai perpanjangan tangan ataupun sekolah yang tentu tugasnya sangat banyak. Tim khusus ini dapat berupa tim pemerintah yang notabene pegawai negeri namun bisa juga melalui sebuah lembaga khusus yang merangkul volunteer atau relawan yang peduli dengan nasib pendidikan Indonesia mencari dan menelusuri jejak-jejak siswa putus sekolah. Tentu ini bukan pekerjaan yang mudah, namun guna menyukseskan program wajib belajar serta memberikan pendidikan untuk semua sesuai bunyi undang-undang dasar 1945 ini tentu harus dilakukan.

Tim khusus ini yang nantinya menjadi tim penggalang dana, pengelola dana, serta penyalur dana. Tidak luput juga menjadi tim evaluasi yang bergerak meninjau ke lapangan. Sehingga pelaksanaanya di bawah dapat dimonitor serta menjadi bahan pertanggung jawaban bagi pemerintah serta pemberi donatur. Tentu melihat Indonesia yang sangat luas dan juga wilayah yang begitu sulit dicapai dengan satu mode transportasi menjadi sebuah tantangan yang sangat pelik. Namun begitu pemerintah melalui tim khusus ini hendaknya juga membelakukan program alternatif.

Program alternatif dari wajib belajar 9 tahun ini adalah solusi untuk mereka yang tinggal di daerah yang juah dari akses pendidikan yang layak. Program alternatif ini nantinya menjadi solusi yang fleksibel dari program wajib belajar 9 tahun yang tidak bisa dijalankan dengan baik. Luasnya Indonesia dan persebaran penduduk yang tidak merata baik itu di daerah pegunungan, perkotaan, pedesaan, serta pesisir yang tidak dilengkapi dengan sekolah dengan baik adalah hal yang menjadi fokus permasalahan. Pemerintah dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan setidaknya mampu membuat sekolah pendek untuk menjadi bagian dari solusi wajib belajar 9 tahun. Sekolah pendek ini dapat berupa sekolah keterampilan maupun sekolah formal. Ini disesuaikan dengan situasi dimana sekolah itu berada dan sejauh mana kepentingan bersekolah itu diinginkan oleh mereka yang mengalami putus sekolah.  

Pekerjaan ini tentu bukan pekerjaan yang mudah. Program mulia untuk pendidikan pemerintah dari tahun ke tahun hendaknya tidak direnggut dengan sentimen kebijakan penguasa. Mendidik bukan urusan waktu, mendidik adalah sebuah pengabdian yang tak kenal lamanya dan tak kenal berapa menit waktu yang terlewat. Pemerintah pusat dan daerah, sekolah, bersama relawan pendidikan serta orang tua hendaknya bisa bekerja sama guna mewujudkan program wajib belajar ini. Sehingga ini tidak hanya sebuah hitam diatas putihnamun juga sebuah janji untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik. Ini adalah bekal masa depan generasi muda untuk bersaing di tengah ketatnya persaingan dan kompetisi dunia. Pemerintah harus mulai bergerak, karena waktu tidak akan pernah bisa diulang kembali.

Sekian contoh teks editorial. Semoga bermanfat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *